Entri yang Diunggulkan

RELASI NEGARA DAN HUKUM ISLAM

Prawacana; Setelah membaca tulisan ini diharapkan mahasiswa dapat:       Mengetahui dan memahami pemikirankenegaraan Perspektif I...

Kamis, 19 Juli 2012

TINJAUAN UMUM TENTANG BENTUK NEGARA, BENTUK PEMERINTAHAN, DAN SISTEM PEMERINTAHAN



A. PENGANTAR
            Sistem pemerintahan berbeda dengan bentuk pemerintahan, juga tidak sama dengan bentuk negara. Bentuk pemerintahan ada dua, republik dan kerajaan.1 Sedangkan bentuk negara ada tiga, yaitu kesatuan, federal, dan konfederasi.2
            Meski berbeda, sistem pemerintahan mempunyai korelasi kuat dengan bentuk pemerintahan. Bentuk pemerintahan republik mempunyai sistem pemerintahan presidensial. Sedangkan bentuk pemerintahan kerajaan, sistem pernerintahannya adalah monarki. Korelasi yang serupa tidak terjadi pada sistem pemerintahan dengan bentuk negara. Sistem pemerintahan presidensial terdapat di bentuk negara kesatuan, federal, ataupun konfederasi.3
            Selain sistem pemerintahan presidensial dan monarki, masih ada sistem penierintahan yang lain, yaitu: sistem parlementer, sistem campuran (hybrid), dan sistem kolegial (collegial system).4 Untuk lebih jelasnya mengenai bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan, akan diuraikan satu persatu di bawah mi.
B. BENTUK NEGARA
1. Pengertian Bentuk Negara
Menurut Grabowsky, bentuk negara berkaitan dengan dasardasar negara, susunan, dan tertib suatu negara berhubungan dengan organ tertinggi dalam negara itu dan kedudukan masingmasing organ itu dalam kekuasaan negara.5 Sedangkan menurut Bagir Manan, bentuk negara menyangkut kerangka bagian luar organisasi negara yang dibedakan antara bentuk negara kesatuan dan bentuk negara federal.6
b. Macam-macam Bentuk Negara
a. Bentuk negara kesatuan
Bentuk negara kesatuan dimaksudkan sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat yang mana di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintahan (pusat) yang mengatur seluruh daerah.
Menurut F Isjwara, negara kesatuan (unitary state) ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan pada satu badan legislatif nasional-pusat. Menurutnya, negara kesatuan adalah bentuk kenegaraan yang paling kukuh jika dibandingkan dengan federasi atau konfederasi, sebab dalam negara kesatuan terdapat persatuan (union) dan kesatuan (unity). 8
Menurut Dicey, asas yang mendasari negara kesatuan adalah asas unitarisme. Menurut Dicey, “the habitual exercise of supreme legislative authority by one central power.”9
Kansil membagi negara kesatuan dalam dua bentuk, yaitu:
1) Negara kesatuañ dengan sistem sentralisasi, di mana segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
2) Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, di mana kepada daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah swãntara. 10
Menurut Soehino, negara kesatuan jika ditinjau dan susunannya adalah negara yang tidak tersusun ke dalam beberapa negara sebagaimana yang terdapat dalam negara federasi, melainkan negara yang bersifat tunggal. Artinya, hanya ada satu negara, ‘lidak
1ida negara dalam negara. Dalam negara kesatuan hanya ada satu iwmerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tcrtinggi dalam segala lapangan pemerintahan. Pemerintah Pusat i iii Iah yang memegang keputusan akhir dan tertinggi dalam meinutuskan segala sesuatu di dalam negara tersebut.1’
Tetapi, menurut Soehino, terkadang di dalam negara kesatu‘iii tersebut diadakan pembagian daerah, di mana dalam tiap-tiap daerah itu terdapat organisasi kenegaraan yang tegak sendiri. Pembagian daerah tersebut misalnya, daerah provinsi, daerah kabiipatenlkota, dan lain sebagainya, yang mana pada tiap tingkatan nwmpunyai pemerintahan sendiri yang disebut pemerintah daer h.2 Negara kesatuan seperti itu disebut hegara kesatuan yang dalesentralisasi. Sebaliknya, negara kesatuan yang tidak menyekuggarakan pembagian daerah disebut negara kesatuan yang ejiNentralisiasi, meskipun negara mi juga mengadakan pembagian dncrah dalam daerah-daerah administrasi.1’
b. Bentuk Negara Federal
Menurut F Isjwara, federal atau federasi berasal dan kata laibi f(’odus yang berarti perjanjian atau persetujuan. Dalam federasi t1LI negara serikat bondstaat, bundesstaat), dua atau lebih kesatun politik yang sudah atau belum berstatus negara berjanji untuk hrrtL1 dalam suatu ikatan politik, ikatan mana akan mewakili mrreka sebagai keseluruhan. Kesatuan-kesatuan politik yang terbuiig itu melepaskan kedaulatan beserta segenap atribut-atribut kvnegaraan lainnya. Apabila kesatuan-kesatuanpolitik yang terbiing itu sudah berstatus dan awal, status kenegaraan tersebut lvnyap dengan masuknya kesatuan politik bersangkutan ke dalam ktan tersebut.14
I)engan dibentuknya federasi, tercipta pula suatu negara baru buik dalam arti ilmu politik, maupun dalam arti hukum interI1d ioiiiI. Federasi adalah negara. Anggota-anggota federasi tidak brdiiiiI.it dalam arti yang sesungguhnya. Federasi lah sebagai ke$ t1rnii nasional yang berdaulat. Anggota-anggota suatu federasi drhiit ‘negara hagian,’ yang dalam bahasa asing dinamakan drrlsi,at, ““state,”“canton “, atau “lander. “15
Federasi adalah bentuk tengah, suatu bentuk kompromistis antara konfederasi yang hubungannya tidak erat dan negara kesatuan yang kukuh ikatannya. Komponen-komponen suatu federasi menghendaki persatuan (union), tetapi menolak kesatuan. Bentuk negara federasi (federal) adalah gejala modern, yakni baru dikenal di sekitar tahun 1787, ketika pembentuk-pembentuk konstitusi Amerika Serikatmemilih bentukan federasi sebagai bentuk pemerintahan mereka. Sejak saat mi negara Amerika Serikat menjadi “bentuk model” dan hampir semua federasi-federasi yang dibentuk kemudian.’6
Berbeda dengan F. Isjwara, Soehino berpendapat negara federasi adalah negara yang tersusun dan beberapa negara yang semula berdiri sendiri-sendiri, kemudian negara-negara tersebut mengadakan kerja sama yang efektif. Meskipun sudah melebur dalam suatu negara federasi, menurut Soehino, negara-negara tersebut masih mempunyai wewenang-wewenang tertentu yang masih diurus sendiri. Tidak semua wewenangnya diberikan diberikan ke
pada negara federal.17 -
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Al Chaidar. Menurutnya, pada mulanya negara-negara bagian tersebut adalah negara yang merdeka dan berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan din dalam suatu negara federal (serikat), maka negara yang tadinya berdiri sendiri itu sekarang menjadi negara bagian dengan melepaskan sebagian kekuasaannya untuk diserahkan kepada negara federal (serikat). Kekuasaan-kekuasaan yang diserahkan tersebut harus disebutkan secara jelas dan selebihnya adalah milik negara bagian. Dalam hal liii, negara bagian tersebut berkuasa penuh dalam lingkungannya sendiri. Biasanya yang diserahkan oleh negara bagian kepada negara federal adalah berkaitan dengan kekuasaan hubungan luar negeri, pertahanan negara, .keuangan, dan urusan pos, serta urusan-urusan tingkat nasional lainnya.18
Dalam negara federal, kekuasaan ash ada pada negara bagian. Kekuasaan negara federal adalah pemberian negara bagian. Negara bagian menerima kekuasaan tersebut langsung dan rakyatnya.19 Contoh negara federal adalah Australia dan Amerika Serikiat.
Menurut C. F. Strong, bentuk federasi baru dikenal pada abad modern karena membutuhkan beberapa syarat. Ia berpendapat minimal diperlukan dua syarat untuk mewujudkan suatu federasi. Pertama, harus ada semacam perasaan nasional (a sense of nationality) di antara anggota-anggota kesatuan-kesatuan politik yang hendak berfederasi itu. Kedua, harus ada keinginan dan anggotaanggota kesatuan politik itu untuk melakukan persatuan (union), bukan kesatuan (unity), karena apabila anggota-anggota itu menginginkan kesatuan, bukan federasi yang dibentuk melainkan negara kesatuan.2°
Strong mencatat ada tiga ciri khas yang terdapat dalam negara federal, yaitu; supremasi konstitusi federal, adanya pembagian kekuasaan (distribution of powers) antara negara federal dengan negara bagian, dan adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin timbul antara negara federal dan negara bagian.2’
Menurut Kranenburg, ada dua kriteria menurut hukum positif yang membedakan negara federasi dan negara kesatuan. Pertama, tiegara bagian suatu federasi mempunyai “pouvoir contituant,” yaltu wewenang untuk membentuk undang-undang dasar endiri dan wewenang mengatur organisasi sendiri dalam rangka konsti(LISI federal. Sedangkan dalam negara kesatuan, organisasi bagianhagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh peinbentuk undang-undang pusat. Kedua, dalam negara federal wcwenang pembentuk undang-undang pusat mengatur hal-hal tcrtcntu telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal. Sedangkan dalam negara kesatuan, wewenang pembentuk undangtindang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan yang umum, dan wewenang pembentuk undang-undang rendahan (lokal) terganlung pada badan pembentuk undang-undang pusat tersebut. 22
Selain itu, menurut Kranenburg, perbedaan tersebut masih hisa dilukiskan sebagai berikut: dalam negara federal wewenang Irgislatif terhagi dalam dua bagian, yakni antara badan legisla1 iusat (federal) dan badan legislatif dan negara-negara bagian.
Srdangkan dalam negara kesatuan wewenang legislatif berada di
Iiuign hadan-badan legislatif pusat. Sementara kekuasaan badan
legislatif rendahan (lokal) didasarkan atas penentuan dan badan legislatif pusat. Biasanya negara federal didesentralisasi, sedangkan negara kesatuan disentralisir, sekalipun terdapat juga negara kesatuan yang menerapkan desentralisasi.23
c. Bentuk negara konfederasi
Menurut E Isjwara, berbicara bentuk negara konfederasi adalah berbicara tentang banyak negara yang memiliki konstitusi sendiri-sendiri, tetapi bersepakat untuk bergabung dalam perhimpunan yang longgar. Keputusan pemerintah federal mengikat warga negara, tetapi keputusan pemerintah konfederasi tidak mengikat. 24
Bentuk negara konfederasi merupakan gabungan antara negara-negara yang telah berdaulat dengan menggunakan satu-satunya perangkat yang dimiliki, yaitu kongres. Artinya, negara-negara dalam konfederasi itu tetap memiliki kedaulatan dan konstitusinya sendiri-sendiri (tidak ada pelimpahan wewenang), namun pemerintahan yang berdaulatan di tiap-tiap negara tersebut bersepkat untuk duduk satu meja memikirkan segala sesuatu kemungkinan kerja sama dalam forum yang dinamakan kongres tersebut. Jadi, bentuk negara konfederasi mi adalah bentuk yang lebih lunak dan federasi. Di dalam negara konfederasi, suatu wewenang dapat dilakukan bersama-sama sesuai dengan pembicaraan bersama. Saat mi di dunia hanya negara Swiss yang menganut bentuk negara konfederasi.25
Meskipun begitu, menurut F Isjwara, dewasa mi tidak terdapat lagi konfederasi yang murni. Namun, sejarah mencatat banyak bentuk negara-negara yang menyerupai konfederasi, seperti bentuk negara bersusun yang dikenal oleh orang-orang YunaniPurba adalah lazim disebut sebagai konfederasi, seperti misalnya perserikatan-perserikatan Aetolis, Agata, dan Delfi. Pada abad pertengahan juga dikenal konfederasi, misalnya Sungai Rhein (Rheinbund) 1254-1350, perserikatan Hansa 1376-1669, dan Konfederasi Swiss. Pada zaman baru terdapat Perserikatan Nederland 1576-1746, pemerintahan negara-negara Amerika 1781- 1789, dan konfederasi Jerman 18151867.26
Lebih lanjut F. Isjwara mengatakan bahwa negara Swiss dan Kanada yang biasa disebut konfederasi, sesungguhnya merupakan kderasi. Konfederasi murni yang terakhir ialah yang dibentuk Ich sejumlah negara-negara Amerika Selatan dan Amerika Teiigah (Guatemala, Kosta Rika, Honduras, Nikaragua, dan Salvatior) pada 1907 yang berlangsung sampai 1918.27
Untuk memudahkan mengenali apakah suatu negara tersebut lwrbentuk konfederasi atau federasi, menurut F. Isjwara, harus dilihat perbedaan formilnya, yaitu apakah warga negara dan negara hgian itu langsung terikat atau tidak oleh peraturan-peratUran organ pusat. Apabila terikat, itu berarti bentukan federal dan apahila peraturan organ-organ pusat tidak langsung mengikat warga iwgara bagian, maka bentukan itu adalah bentukan konfedera
C. F. Strong melihat jika konfederasi diartikan sebagai perserik, tan negara-negara yang sifatnya terbatas tanpa ada kekuasaan
rwt yang kuat. Ia melihat Swiss pada dasarnya bukan bentuk kojifederasi, melainkan federasi. Namun, terhadap Kanada, ia meIih,it bukan bentuk konfederasi murni maupun federasi murni, mehuiikan federasi yang sudah dimodifikasi. Menurutnya, unit-unit (eLlerasi di Kanada bukanlah negara bagian dalam pengertian yang rhcnarnya. Unit-unit federasi Kanada disebut provinsi, meskipun ia atih lebih berkuasa dibandingkan otoritas lokal di Inggris, PerneIs, maupün Selandia Baru.29
Sernentara itu, menurut Miriam Budiarjo, konfederasi bukan flvgara yang berdiri sendiri. Sebab negara-negara yang tergabung hiInni konfederasi itu tetap merdeka dan berdaulat, sehingga konkdernsi pada hakikatnya bukanlah negara, baik ditinjau dan ilmu pIirik maupun dan sudut hukum internasional. Negara-negara yiig menjadi anggota konfederasi sama sekali tidak kehilangan
ii niengurangi kedaulatan negaranya.3°
I ehih Ianjutnya Miriam Budiarjo mengatakan, bahwa kelang$ung iii hidup konfederasi bergantung pada keinginan atau kesuk i re Iaa ii ncgara-negara peserta. Pada kenyataannya, konfederasi UI1IUI1IIIYa dihentuk untuk maksud-maksud tertentu yang biasanya IrIvt4k di bidang poiltik luar negeri dan pertahanan bersama.31
d. Bentuk Negara Republik Indonesia Sebelum Perubahan
UUD 1945
“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.” Demikian bunyi Pasal 1 UUD 1945 yang tidak mengalami perubahan pada 1999-2002. Rumusan pasal tersebut sudah sangat jelas menentukan bahwa bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, bukan negara serikat (federal).
Menurut R. M. A. B. Kusuma, dalam sejarahnya para pemimpin Indonesia memang lebih memilih negara kesatuan daripada negara federal.32 Dan dokumen masa reses, tercatat 17 anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang mengusulkan uni (negara kesatuan), dan hanya 4 anggota yang mengusulkan negara federal.33 Sementara dan dalam naskah persiapan tertulis, di antara anggota Panitia Kecil Penyusun UUD hanya 2 anggota yang memilih Federalisme. Namun dalam risalah, ada empat anggota yang setuju dengan federalisme yang berwujud Bondstaat, yaitu Radjiman, Maria ulfah, Sukiman, dan Latuharhary. Semantara itu, Statenbond diusulkan oleh Pratalykran3a.34
Dalam perjalanannya, bentuk negara kesatuan pernah berubah menjadi negara serikat atau federal, yaitu pada 27 Desember 1949. Perubahan tersebut dikarenakan hasil dan Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan Belanda yang menghasilkan kesepakatan, di antaranya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, dan Indonesia akan menjadi negara serikat (federal).
Atas kesepakatan tersebut dibuatlah konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berjumlah 197 Pasal. Pasal 1 Ayat (1) Konstitusi RIS berbunyi, “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi.”35 Sejak saat itu, Negara Indonesia bukan lagi negara kesatuan, melainkan negara federal.
Bentuk negara federal ternyata tidak bertahan lama disebabkan oleh tuntutan masyarakat luas dan mosi integral Moh. Nat- sir di DPR. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan mengubah Konstitusi RIS menjadi negara kesatuan.
Pasal 1 Ayat (1) UUD Sementara 1950 yang menggantikan Konstitusi RIS berbunyi, “Republik Indonesia yang merdeka dan Irdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berben-’ itik kesatuan.”36
Dan pemaparan di atas, dalam sejarahnya negara Indonesia Ii.inya sekitar 8 bulan menjadi negara federal, tepatnya pada 27 I)sember 1949 sampai 17 Agustus 1950. Selebihnya adalah negar.i kesatuan dan tetap bertahan sampai sekarang.37
e. Bentuk Negara Republik Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945
Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 yang mengatur ketentuan beniiik negara dan bentuk pemerintahan tidak mengalami perubahan rniiiia sekali. Pasal tersebut tetap berbunyi, “Negara Indonesia iaI jh negara kesatuan, yang berbentuk republik.”38
Pasal 1 UUD 1945 yang memuat mengenai ketentuan bennegara mengalami penambahan satu ayat sehingga berjumlah
iia .lyat.39 Selain itu, perubahan tersebut juga telah mengubah isi [ dri Ayat (2) yang mengatur mengenai kedaulatan.4° Namun, peI rubihan pertama sampai keempat tidak mengubah satu kata pun
thihiin Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945. Hal mi dikarenakan para angMPR pada sidang umum MPR 1999 dan sidang umum MPR
- telah menyepakati beberapa hal, di antaranya tidak meng
ii Pembukaan UUD 1945 dan tetap mempertahankan Negara .iii nan Republik Indonesia.
Meskipun begitu, pada perubahan ketiga tahun 2001, ada
iiiliiii dan tim ahli agar dilakukan perbaikan redaksi terkait ,an pasal tersebut. Usulan tersebut disampaikan oleh Jimly hiddiqie, 41 mewakili keputusan dan tim ahli bidang hukum pda Rapat Pleno ke-12 Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR
lim tersebut mengusulkan agar bentuk negara kesatuan fl twill tik pemerintahan republik perlu diperjelas.
MenLirut tim ahli bidang hukum, ada perbedaan antara beniwgara di satu segi dengan hentuk pemerintahan di segi yang in, t)i datam rumusan yang ash dan hentuk negara dan hentuk
pemerintahan mi tidak dibedakan, justru dikesankan yang bentuk negara itu adalah republik.
“Kami ingin mengusulkan ada perbaikan rumusan. Substansinya tetap tetapi rumusan kalimatnya disesuaikan dengan kebiasaan studi akademis di dalam bidang hukum tata negara ketika kita berbicara bentuk negara pilihannya adalah negara kesatuan atau federal atau konfederasi. Sedangkan bentuk pemerintahan republik atau monarki, nah mi sehingga dengan demikian kami usulkan poin kedua dalam Pasal 1 Bab I mi mengatur mengenal bentuk negara kesatuan dan bentuk pemermntahan republik, itu satu poin yang kedua.”42
Usulan untuk mengubah redaksi kata pada Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 tersebut terus digulirkan oleh tim ahli hukum pada rapat ke-14 Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR, 10 Mei 2001. Jimly Asshidiqie yang ketika itu sebagai pembicara menekankan pentingnya penyempurnaan Pasal 1 Ayat (1) dengan mempertegas perbedaan antara bentuk negara dan bentuk pemerintahan.44
“Karena di sini dikatakan “Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk repubIik” Seakan-akan bentuk negara itu republik, meskipun selama mi memang kita memahami bahwa negara kesatuáh dan negara republik adalah dua hal yang sama-sama disepakati sebagal bentuk negara dan bentuk pemerintahan.Tapi, untuk mempertegas istilahnya, kami mengusulkan rumusan baru menjadi “Negara Indonesia berbentuk kesatuan dan pemerintahannya berbentuk republik.” Jadi, substansi tidak ada masalah, cuma penyempurnaan redaksi’45
Usulan tim ahli, baik tim ahli hukum maupun politik, hanyalah sebatas usulan. Semua keputusan bergantung kepada PAH
Badan pekerja MPR apakah diterima atau tidak. Kalau diterima, maka usulan tersebut akan dimasukkan ke dalam draf perubah- an yang akan dimintakan persetujuan pada Sidang Umum MPR 2001. Namun, ternyata usulan tim ahli tersebut tidak diterima, Sehingga Pasal 1 Ayat (1) tidak mengalami perubahan sama sekali.
C. BENTUK PEMERINTAHAN
1. Pengertian Bentuk Pemerintahan
            Menurut Bagir Manan, bentuk pemerintahan berkaitan dengan bagian dalam, yaitu pemerintahan negara yang dibedakan antara pemerintahan republik dan pemerintahan kerajaan.46 Sementara menurut Grabowsky, bentuk pemerintahan berkaitan atau melukiskan bekerjanya organ-organ tertinggi dalam negara sejauh organ-organ itu mengikuti ketentuan-ketentuan yang tetap.47
2. Macam-macam Bentuk Pemerintahan
            Dan literatur-literatur yang ada, dikenal adanya dua kiasifikasi tradisional dan bentuk pemerintahan. Pertama—sekaligus yang tertua—adalah kiasifikasi tribagian (tri-partite classification), dan kedua adalah kiasifikasi dwibagian (bi-partite classification.48
            Tokoh yang termasuk dalam kiasifikasi tribagian (tri-partite classification) adalah Plato dan Aristoteles. Sementara tokoh yang termasuk dalam kiasifikasi dwibagian (bi-partite classification) adalah Machiavelli. Menurut Plato, bentuk pemerintahan yang terbaik adalah kerajaan dan bentuk merosot (degenerate form) dan kerajaan ialah tirani. Di antara kerajaan sebagai bentuk ideal dan tirani sebagai bentuk merosotnya, terdapat aristokrasi dengan bentuk merosotnya oligarki, dan kemudian demokrasi dengan bentuk merosotnya mobokrasi.49
            Aristoteles5° yang menceiba mengemukakan masalah bentukbentuk pemerintahan itu secara empiris-induktif mengadakan penelitian terhadap sekitar 158 konstitusi di negara-negara Yunani yang pernah ada, meskipun dia hanya mampu menemukan satu konstitusi, yaitu konstitusi Athena.51
            Dan penetilian tersebut Aristoteles mengklasifikasikan bentukbentuk pemerintahan atas dasar dua kriteria, yaitu berdasarkan jumlah orang-orang yang memegang kekuasaan di dalam suatu negara, dan secara kualitatif yaitu berdasarkan pelaksanaan kesejahteraan umum oleh penguasa negara itu. Berdasarkan kedua kriteria itu kemudian Aristoteles mengklasflkasikan bentuk-bentuk pemerintahan ke dalam tiga bentuk pemerintahan yang baik dan tiga bentuk pemerintahan yang buruk. Tiga bentuk pemerintahan atau bentuk konstitusi yang baik itu ialah monarki,52 aristokrasi,53 dan polity.54
Selain itu, ada tiga bentuk-bentuk pemerintahan yang merupakan bagian dan kemerosotan dan bentuk-béntuk pemerintahan yang baik tersebut, yaitu tirani55 sebagai bentuk merosot dan monarki; oligarki56 sebagai bentuk merosot dan aristokrasi; dan demokrasi 57 sebagai bentuk merosot dan polity.
Sementara itu, Cicero (106-43), seorang filosofis Romawi menggolongkan bentuk pemerintahan negara atas dasar prinsip-prinsip yang dinamakannya “concilium.” Pertama, apabila “concilium” itu dipegang oleh satu orang, maka bentuk pemerintahannya adalah kerajaan. Namun, jika dipegang oleh beberapa orang, maka bentuk pemerintahannya aristokrasi, dan apabila dipegang oleh seluruh rakyat, maka bentuk pemerintahannya adalah demokrasi. Selain itu, menurut Cicero, ‘dominus’ (depost) adalah bentuk merosot dan kerajaan, dan ‘facto’, ‘turba et confusio’ adalah bentuk merosot yang dihasilkan oleh aristokrasi dan demokrasi.58
Menurut Hobbes, untuk membedakan suatu pemerintahan dan pemerintahan lainnya adalah perbedaan dalam letak kedaulatan. Apabila kedaulatan terletak pada satu orang, bentuk pemerintahannya adalah kerajaan; apabila pada semua warga negara, maka bentuk pemerintahannya adalah demokrasi, dan apabila dipegang oleh beberapa orang yang berdaulat, maka bentuk pemerintahannya adalah aristokrasi.59 Dan semua jenis bentuk-bentuk pemerintahan tersebut, Hobbes mengutamakan kerajaan, khususnya kerajaan absolut atau mutlak.6°
Jhon locke, juga mengemukakan teori bentuk-bentuk pemerintahan yang mendasarkan pada tribagian dan Aristoteles. Dalam hal mi Locke membedakan bentuk-bentuk pemerintahan atas kriteria “wewenang membuat hukum.” Jadi perbedaan didasarkan atas letak kekuasaan legislatif. Berdasarkan kriteria tersebut, Locke membedakan tiga jenis bentuk-bentuk pemerintahan, yaitu demokrasi, oligarki, dan monarki (kerajaan).61 Kerajaan dapat berbentuk kerajaan turun-temurun apabila yang dapat menjadi raja hanya orang itu adalah keturunannya saja; atau kerajaan elektif (pilihan) apabila rakyat setelah raja itu meninggal, dapat menentukan penggantinya.62
Sebagaimana Jhon Locke, Montesquieu juga mengikuti kiasifikasi Aristoteles. Menurutnya, ada tiga macam bentuk pemerintahan, yaitu: republik dengan dua bentukan tambahan demokrasi dan anistokrasi; kerajaan63 dan despotisme.64 Bentuk pemerintahan republik dimaksudkan pemenintahan. di mana seluruh rakyat (demokrasi) atau sebagian dan rakyat (aristokrasi) memegang kekuasaan tertinggi. Kerajaan dimaksudkan sebagai bentuk pemerintahan di mana satu orang memerintah, tetapi memerintah menurut undang-undang yang telah ditentukan. Sedangkan despotisme adalah bentuk pemerintahan di mana satu orang memenintah tan- pa peraturan, ia memerintah sesuka hatinya.65
Ketiga macam bentuk pemerintahan, oleh Montesquieu, didasarkan atas asas-asas khusus, yaitu republik yang mendasarkan atas asas kebaikan warga negara; demokrasi berdasarkan cinta tanah air dan persamaan; aristokrasi didasarkan atas asas moderasi; kerajaan berdasarkan asas kehormatan, dan despotisme didasarkan atas ketakutan.66
Selain kiasifikasi tribagian, bentuk pemerintahan juga dapat digolongkan dalam klasifikasi dwibagian, yaitu dalam bentuk kerajaan dan republik. Pembagian mi disampaikan kali pertama oleh Machiavilli dalam bukunya “The Prince.” Menurutnya, semua pemerintahan dan bentuk penguasaan yang pernah ada yang kini menguasai manusia dan yang pernah menguasai manusia adalah republik atau kerajaan.67
            Dalam perkembangannya, kiasifikasi dwibagian mi memengaruhi pemikiran-pemikiran politik di benua Eropa. Kiasifikasi dwibagian yang membagi atas kerajaan dan republik, sering disebut juga dengan istilah ‘negara raja’ dan ‘negara rakyat’ (vorstenstaat dan volksstaat) atau monarchi dan poligarchi. Kiasifikasi dwibagian mi ditenima oleh beberapa tokoh, antara lain: Kant, Ulrich Huber, C. L. von Haller W. Roscher, C. Bornhak, H. Rehm, M. Quizot, Georg Jellinek, dan Leon Duguit.68
            Menurut Jellinek, penggolongan yang utama dan paling mendasar, yaitu dengan mendasarkan atas cara pembentukan kemauan negara. Baginya hanya ada dua jenis bentuk negara yang didasarkan atas kriterium itu, yakni negara kerajaan atau negara republik. Aristokrasi dan demokrasi bukanlah bentuk-bentuk negara yang terpisah dan berdiri sendiri, tetapi adalah bentukan khusus dan bentukan utama republik. Apabila kekuasaan negara dibentuk atas dasar yang psikologis, yakni kekuasaan itu ditetapkan berdasarkan kemauan seorang, maka bentuk negara itu adalah kerajaan. Namun, apabila kekuasaan negara dibentuk berdasarkan suatu peristiwa yuridis yang ditimbulkan oleh kemauan-kemauan sejumlah orang atau dewan (kollegiums), maka bentuk negara itu adalah republik.69
            Leon Duguit juga menerima kiasifikasi dua bagian itu, tetapi menolak kriterium Jellinek tersebut. Menurut Duguit, kriterium yang menentukan ada tiadanya kerajaan atau republik ialah cara menunjuk kepala negara. Apabila kepala negara ditunjuk berdasarkan asas turun-temurun, maka bentuk pemerintahannya ialah kerajaan. Apabila dengan cara lain, maka bentuk pemerintahannya adalah republik.7°
            Pendapat Leon Duguit tersebut berbeda dengan Bagir Manan. Pada intinya Bagir Manan juga hanya menerima dua macam bentuk pemerintahan, yaitu bentuk pemerintahan kerajaan dan bentuk pemerintahan republik.71 Namun, Bagir tidak setuju mengenai perbedaan antara kerajaan dan republik hanya dilihat dan sistem pengisian jabatan pimpinan pemerintahan, yaltu jika pimpinan pemerintahan diisi secara turun-temurun, maka bentuk pemerintahannya pasti kerajaan. Namun, jika pengisian pimpinan pemerintahan diisi tidak t.urun-temurun (dipilih atau tidak dipilih seperti coup d’etat), pemerintahannya berbentuk republik. Pendapat tersebut dinilai oleh Bagir Manan kurang cocok untuk saat mi karena dalam perkembangannya sekarang perbedaan tersebut mulai terkikis.
            Bagir Manan menunjukkan fakta bahwa perbedaan tersebut makin tidak prinsipiil lagi. Sebab ada negara-negara yang tidak dapat ditentukan bentuknya, misalnya Australia atau negara-negara lain semacam Australia. Negara mi sudah tidak bisa ditentukan lagi bentuknya, apakah berbentuk kerajaan ataukah republik. Australia adalah negara yang merdeka, tetapi ada “kepala negara” yang merupakan wakil Ratu Inggris. 72
            Namun demikian, menurut Bagir Manan, negara mi juga tidak dapat disebut sebagai kerajaan karena memang bukan kerajaan. Demikian pula Spanyol di bawah Franco. Sebelum meninggal, Franco telah menyiapkan pengganti yang bermaksud mengembalikan Spanyol pada bentuk kerajaan seperti sekarang mi.73
            Pendapat Bagir Manan tersebut sama dengan pendapatnya Kranenburg dan M. Solly Lubis. Mereka mengatakan bahwa kriteria pengisian jabatan sudah tidak cocok untuk membedakan antara bentuk republik dan kerajaan. Misalnya, dahulu pada zaman Romawi, yang menjadi raja bukan atas dasar turun-temurun, tetapi ditunjuk oleh senat, karena di sana ada Lex Curiata de imperio (undang-undang pemilihan raja). Selain itu, dahulu di Jerman, raja dipilih kecuali pada pemerintahan Jerman yang kedua. Hal serupa juga terjadi di Polandia, di mana negara tersebut pernah berbentuk republik-aristokrasi, sedangkan kepala negaranya di sebut raja yang juga dipilih.74
            Sementara itu, menurut Otto Koelireuter, untuk membedakan bentuk negara republik dengan monarki adalah dengan cara menerapkan asas kesamaan dan ketidaksamaan. Asas kesamaan adalah setiap warga mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin negara setelab memenuhi beberapa persyaratan. Sedanan asas ketidaksamaan artinya tidak setiap warga mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin negara, karena kesempatan hanya ada pada warga negara berdasarkan garis keturunan tertentu. Dengan demikian, jika kepala negara ditentukan secara turun-temurun (asas ketidaksamaan), maka bentuk negaranya adalah monarki. Sedangkan apabila kesempatan menjadi kepala negara terbuka bagi setiap warga negara (asas kesamaan), bentuk negaranya adalah rpublik.75
a. BentukPemerintahan Republik
            Madison, salah seorang penyusun UUD Amerika Serikat, menggambarkan pemerintah republik sebagai “a government which derives all its powers directly or indirectly from the great body of the people and is administered by persons holding their offices during pleasure, for a limited period, or during good behaviour.” 76
            Menurut Hamilton, hal yang paling esensial dalam republik bahwa pemerintah berasal dan rakyat banyak, bukan dan suatu jumlah (kecil) yang tidak berarti atau dan kelas tertentu. Untuk memenuhi kriteria tersebut digunakan nama jabatan “presiden” (dan bahasa Perancis lama, dan bahasa Latin praesidens, praesidere, yang berarti memimpin) bukan raja (monarch).77
            Pendapat Hamilton tersebut sesuai dengan pemahaman dasar paham republik (republicanism) yang mengandung makna pemerintahan yang diselenggarakan oleh dan untuk kepentingan umum (rakyat banyak).78 Oleh karena itu, institusi kenegaraan (state institutions) dalam republik harus senantiasa mencerminkan penyelenggaraan oleh dan untuk kepentingan umum. Kepala negara sebagai salah satu pemangku jabatan dalam pemerintahan republik harus mencerminkan kehendak umum dan ditentukan berdasarkan kehendak umum (publik). Hal mi hanya dimungkinkan kalau kepala negara bukan raja. Sebab raja yang turun-temurun tidak memungkinkan keikutsertaan umum (publik) untuk memilih atau dipilih sebagai kepala negara.79
            Bentuk pemerintahan republik telah dikenal sejak masa pemerintahan Yunani kiasik dan Romawi. Negara-negara kota (Polis atau City State) di Yunani seperti Athena dan Sparta adalah republik. Demikian pula Romawi, sebelum berkembang menjadi kekaisaran dan kerajaan, adalah republik. Filsuf besar, Plato, di Yunani, menulis atau membahas dengan tema republika. Aristoteles meneliti tidak kurang dan 27 UUD republik-republik kota Yunani.8°
            Meskipun secara konseptual pemerintahan Yunani klasik berbentuk republik, nama republik itu sendiri tidak dikenal, meskipun tulisan Plato Politea disalin dengan nama republik. Menurut Bagir Manan, pemahaman dan perwujudan bentuk republik berasal dan Romawi, yaitu bahasa Latin res publica yang berarti segala sesuatu berkenaan dengan (kepentingan) umum (rakyat). Baik di Yunani klasik maupun Romawi bentuk republik tidak dikaitkan dengan jabatan presiden. Jabatan presiden yang dikaitkan dengan bentuk republik pertama kali digunakan setelah revolusi Amerika Serikat dan revolusi Perancis yang kemudian diikuti oleh setiap negara yang berbentuk republik.81
            Di atas kertas, republik adalah pemenintahan dan, oleh, dan untuk kepentingan umum. Namun, menurut Bagir Manan, tidak Jarang negara-negara yang dengan tegas mengatakan bahwa bentuk pemenintahannya adalah republik tetapi dalam praktiknya menerapkan kediktatoran. Kediktatoran, seperti kediktatoran proletariat, adalah mekanisme pemerintahan yang ditentukan oleh perorangan yaitu diktator atau rezim.82 Bagir Manan mencontohkan Uni Soviet sebelum bubar, yang secara resmi berbentuk repubuk, namun pemerintahannya secara resmi disebut kcdiktatoran proletariat. Yang memerintah bukan rakyat tetapi partai komunis. Pasal 6 UUD Uni Soviet menyebutkan: “The leading and guiding force of soviet society and the nucleus of its political system, of all state organizations and public organization, is the Communist Party of the Soviet Union.”83
            Di dalam pembukaan konstitusinya dikatakan bahwa Uni Soviet adalah sebuah negara kediktatoran proletariat dengan menyebut: “... establish the dictatorship of the proletariat,...” pada bagian yang lain dalam mukadimahnya dikatakan, “the aims of the dictatorship of the proletariat having been fulfilled.” Menurut Bagir Manan, pemerintahan kediktatatoran, apa pun nama dan bentuknya, tidak mungkin bersanding dengan asas-asas pemenintahan republik.84
b. Bentuk Pemerintahan Kerajaan
            Bentuk pemerintahan keraj aan biasanya ditandai dengan seorang raja atau ratu, kaisar, sultan yang menjadi kepala negana.
            A. Appadorai mendefinisikan monarki atau kerajaan sebagai pemerintahan oleh seorang individu yang tidak tunduk pada pembatasan hukum apa pun, melakukan segala sesuatu atas kehendaknya sendiri. Menurutnya, raja yang baik adalah raja yang membatasi tindakan-tindakannya menurut hukum tapi ia tidak terikat oleh hukum tersebut melainkan oleh kehendak baik (good will). Oleh karena itu, ia membagi kerajaan ke dalam dua bentuk, yaitu absolut dan terbatas atau konstitusional. Yang pertama, raja merupakan kepala negara baik namanya maupun faktanya. Sementara yang kedua hanya sekadar nama saja. Kekuasaan dan sebuah kerajaan konstitusional diatur oleh konstitusi. Ia bisa menjalankan peraturan yang disetujui oleh parlemen yang dipilih lewat pemilihan umum.86
            M. Solly Lubis juga membagi bentuk negara kerajaan ke dalam dua jenis, yaitu negara monarki absolut dan negara monarki konstitusional. Dikatakan sebagai negara monarki absolut jika kekuasaan raja tidak dibatasi oleh apa pun. Sementara monarki konstitusional, kekuasaan raj a dibatasi oleh Konstitusi.87
            Kelebihan dan bentuk pemerintahan kerajaan, menurut A. Appadorai, terletak pada adanya kesatuan serta ketertiban. Selain itu, karena kerajaan merupakan lembaga alamiah (natural institution) di mana raj a dipersamakan sebagai seorang ayah yang ditaati oleh anak-anaknya, sebagaimana yang dikenvukakan oleh Francis Bacon (1561-1626) dan Sir Robert Filmer, kerajaan adalah bentuk pemerintahan yang paling sesuai bagi bangsa-bangsa yang belum dapat memerintah din sendiri.88
            Meskipun punya banyak kelebihan, menurut A. Appadorai, bentuk pemerintahan kerajaan juga mempunyai banyak kelemahan, antara lain: raja dapat merupakan penguasa tunggal yang paling berbahaya, karena segenap kekuasaan berada dalam tangannya. Apalagi kalau raja tersebut tidak cakap dan lemah, yang berakibat rakyatnya lemah juga.89
            Jabatan tersebut diduduki secara turun-temurun dan dij abat seumur hidup. Contoh negara yang berbentuk kerajaan atau monarki adalah Inggris, Belanda, Norwegia, Swedia, dan Thailand.85
            Bagir Manan, dalam perkembangannya bentuk-bentuk kerajaan dengan kekuasaan absolut telah banyak yang berkembang menjadi pemerintahan kerajaan (monarki) yang tunduk pada hukum, tunduk pada kehendak rakyat, dan berdasarkan konstitusi. Kerajaan semacam mi lazim disebut sebagai monarki konstitusional (constitutional monarchy), seperti kerajaan Inggris, Belanda, Belgia, Spanyol, Jepang, dan Thailand. Bahkan Malaysia sebagai suatu negara baru, lebih memilih bentuk keraj aan konstirutional daripada bentuk republik, di samping negara-negara bagiannya yang untuk sebagian tetap berbentuk kerajaan (lima dan tiga belas negara bagian). Namun, hingga saat mi masih juga terdapat pemerintahan kerajaan yang sulit untuk dijabarkan sebagai monarki konstitusional menurut konsep yang berlaku pada negara-negara kerajaan tersebut di atas. Kerajaan-kerajaan di Timur Tengah, meskipun tidak menjalankan sistem konstitusi seperti yang lazim dikenal, tidak mudah pula untuk mengklasifikasikannya sebagai yang tindak tunduk pada hukum karena antara lain mereka menggunakan hukum agama sebagai landasan pemerintahannya. 9°
c. Bentuk Pemerintahan Negara Republik Indonesia
            Berbeda dengan bentuk negara Indonesia yang pernah mengalami perubahan dan negara kesatuan menjadi negara federal (serikat) pada 1949 dengan ditetapkannya konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), bentuk pemerintahan negara Republik Indonesia tidak pernah berubah. Mulai dan zaman kemerdekaan sampai sekarang, republik dipilih sebagai bentuk pemerintahan negara Indonesia.
            Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyatakan, “Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk Republik.”91 Pasal mi tidak mengalami perubahan sama sekali mulai dan perubahan pertama UUD 1945 sampai perubahan yang keempat.
            Hal serupa juga ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 konstitusi RIS, “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk fede rasi.”92 Begitu juga dalam UUD Sementara tahun 1950 (UUDS 1950). Pasal 1 angka 1 UUDS 1950 mengatakan “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.”93
            Ketiga konstitusi tersebut dengan tegas menyebut kata “republik” bukan “kerajaan.” Dan sini jelas sekali bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik. Namun, sampai pada pilihan republik bukanlah sesuatu yang mudah. Ketika itu, anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan yang berjumlah 66 anggota, satu ketua dan 2 wakil ketua serta delapan anggota istimewa dan Jepang, tidak satu suara menentukan bentuk pemerintahan Indonesia. Meskipun akhirnya republik menjadi pilihan mereka.
            R. M. A. B. Kusuma mencatat ada sepuluh anggota BPUPK yang pendapatnya mengenai bentuk negara dan kepala negara hampir sama, yaitu Hoesin Djajadiningrat, Soepomo,94 Soebardjo, Singgih, Boentaran, Soetardjo, Sastromoeljono, Soewandi, Maramis, Soerachman. Mereka mengusulkan negara Indonesia diperintah oleh suatu Dewan Pimpinan Negara (DPN), yang terdiri dan 3 orang anggota DPN yang dipilih dengan suara terbanyak oleh orang-orang terkemuka di seluruh Indonesia.95
            Rooseno ketika itu mengusulkan agar pimpinan besar dan pemimpin daerah ditunjuk oleh Balatentara Dai Nippon. Di sampingnya ada Parlemen dan Majelis Penasihat.96 Sedangkan Ny. Soenaria berpendapat agar bentuk pemerintahan pegawai sekarang diteruskan dengan wali negeri ebagai kepalanya, sebagai pengganti dan Saikoo Sikikan.
            Poeroebojo berpendapat agar pemerintahan dipegang oleh perdana menteri dengan menteri-menterinya. Perdana menteri ditetapkan oleh Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sementara menteri-menteri ditunjuk oleh perdana menteri.
            Woerjaningrat berpendapat kepala negara dipilih oleh Tyuuoo Sangi In, sementara Soekiman mengusulkan agar pemerintahan berbentuk monarki konstitusional (constitutionele Monarchie) dengan kepala negara yang bergelar Maharadja. Namun, jabatan Maharadj a tidak turun-temurun tetapi dipilih.97
            R. P. Soeroso mengusulkan kepala negara adalah Maharadja, yang memegang jabatannya sampai umur 65 tahun, tetapi tidak turun-temurun dan bisa diberhentikan oleh rakyat sebelum umur 65 tahun. Maharadja pertama ditunjuk dan diangkat oleh Dai Nippon Teikoku.98
            Berbeda dengan rekan-rekannya di atas, Ny. Ulfah Santoso secara tegas mengusulkan agar bentuk pemerintahan negara Indonesia adalah republik dan tiap-tiap putra Indonesia yang cakap dapat dipilih menjadi kepala negara. Sedangkan Pratalykrama juga mengusulkan bentuk pemerintahan republik yang dipimpin oleh seorang Presiden dibantu oleh perdana menteri yang menjadi ketua dan majelis kabinet.
            Hal serupa juga diusulkan A. Sanusi. Menurutnya, bentuk pemerintahan yang cocok untuk Indonesia adalah republik yang dipimpin oleh seorang presiden. Aris juga mengusulkan hal yang sama dengan A. Sanusi, yaitu bentuk pemerintahan republik dengan prcsiden sebagai pemimpinnya. Namun, Aris juga mengusulkan agar ada jabatan presiden muda yang tugasnya membantu Presiden dalam menjalankan pemerintahannya.
            Sementara itu, Radjiman juga mengusulkan agar bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik dengan presiden sebagai pemimpinnya, yang dibantu dengan wakil presiden.99
            Selain Radjiman, ada beberapa nama lagi anggota BPUPK yang secara tegas mehgusulkan republik sebagai bentuk pemerintahan Indonesia, yaitu: A. Halim,10° S. Tirtoprodjo,10’ Parada Harahap, 102 Tan Eng Hoa,103 Abdulkadir,104 Rooslan Wongso Koesoemo. 105
            Dan pemaparan di atas, terlihat sekali bahwa mayoritas anggota BPUPK memilih republik, bukan kerajaan. Para anggota tersebut umumnya menilai bahwa republik adalah bentuk pemerinrahan yang cocok untuk bangsa Indonesia yang plural.
            4. Bentuk Pemerintahan Negara Republik Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945
            Bentuk pemerintahan negara Indonesia setelah perubahan UUD 1945 tidak mengalami perubahan. Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 yang menjadi dasar bentuk pemerintahan, bunyinya tetap sama yaitu; “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk republik.”106
            Dan risalah-risalah rapat Badan Pekerja MPR mulai tahun 1999-2002 tidak diketemukan adanya pembahasan mengenai keinginan dan anggota MPR untuk melakukan perubahan terhadap bentuk pemerintahan republik. Hanya saja dan tim ahli bidang hukum melalui juru bicaranya Jimly Asshiddiqie, menyarankan agar redaksi kata dalam Pasal 1 Ayat (1) tersebut diubah menyesuaikan kebiasaan studi akademis di dalam bidang hukum tata negara. Menurut Jimly, bunyi dan pasal tersebut harus diubah menjadi “Negara Indonesia berbentuk Kesatuan dan Pemenintahannya berbentuk Republik” 107
            Usulan tersebut ternyata tidak ditindakianjuti oleh PAH I Badan Pekerja MPR dengan memasukkannya ke dalam draf perubahan untuk dimintakan persetujuan pada sidang umum MPR pada tahun 2001. Sehingga usulan tersebut “menguap” begitu saja, dan Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 tidak mengalami perubahan sama sekali.

SISTEM PEMERINTAHAN
1. Pengertian Sistem Pemerintahan
            Secara sederhana Mahfud MD mengatakan bahwa cara bekerja dan berhubungan ketiga poros kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudisial dapat disebut sebagai sistem pemerintahan negara. Sehingga yang dimaksud sistem pemenintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara lembaga-lembaga negara.108
2. Macam-macam Sistem Pemerintahan
            Mahfud MD mengatakan bahwa di dalam studi ilmu negara dan ilmu politik dikenal adanya tiga sistem pemerintahan negara, vaitu presidensial, parlementer, dan referendum.109 Namun, menu- rut Deny Indrayana ada lima sistem pemerintahan, yaitu: sistem presidensial, sistem parlementer, sistem kolegial (collegial system), sistem monarki, dan sistem campuran (hybrid).110 Namun, mengingat keterbatasan waktu, maka tulisan mi hanya akan membahas tiga sistem pemerintahan sebagaimana yang disampaikan oleh Mahfud MD.
a. Sistem Pemerintahan Presidensial
            Menurut Jimly Asshiddiqie, keuntungan sistem pemerintahan presidensial adalah untuk menjamin stabilitas pemerintahan. Namun, sistem mi juga mempunyai kelemahan yaitu cenderung menempatkan eksekutif sebagai bagian kekuasaan yang sangat berpengaruh karena kekuasaannya besar. Untuk itu, diperlukan pengaturan konstitusional untuk mengurangi dampak negatif atau kelemahan yang di bawa sejak lahir oleh sistem presidensial terse- but.111
            Ciri-ciri atau prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem presidensial menurut Mahfud MD sebagai berikut:2
  1. Kepala negara menjadi kepala pemerintahan (eksekutif);113
  2. Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR);
  3. c Menteri-menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden;
  4. Eksekutif dan legislatif sama-sama kuat.
            Sementara itu, menurut Bagir Manan, dalam sistem pemerintahan presidensial hanya mengenal satu macam eksekutif. Fungsi kepala pemerintahan (chief executive) dan kepala negara (head of state) ada pada satu tangan dan tunggal (single executive). Pemegang kekuasaan eksekutif tunggal dalam sistem pemerintahan presidensial tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, tetapi langsung kepada rakyat pemilih karena dipilih lang- sung atau dipilih melalui badan pemilih (electoral college).114
            Menurut Bagir Manan, sistem pemerintahan presidensial dapat dikatakan sebagai subsistem pemerintahan republik, karena hanya dijalankan dalam negara yang berbentuk republik (sesuai dengan sebutannya sebagai sistem pemerintahan presidensial atau sistem pemerintahan kepresidenan)
            Ciri-ciri model sistem presidensial Amerika Serikat yang disebut sebagai pencerminan sistem pemerintahan presidensial murni, menurut Bagir Manan adalah sebagai berikut:
  1. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tunggal.
  2. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab, selain berbagai wewenang konstitusional yang bersifat prerogatif dan biasanya melekat pada jabatan kepala negara (head of state).
  3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat (conggress), karena itu tidak dapat dikenai mosi tidak percaya oleh conggress.
  4. Presiden tidak dipilih dan tidak diangkat oleh conggres. Dalam praktiknya langsung dipilih oleh rakyat, walaupun secara formal dipilih oleh badan pemilih (electoral college).
  5. Presiden memangku jabatan empat tahun (fixed), dan hanya dapat dipilih untuk dua kali masa jabatan berturut-turut (8 tahun). Dalam hal mengganti jabatan presiden yang berhalangan tetap, jabatan tersebut paling lama 10 tahun berturutturut.
  6. Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan melalui “impeachment” karena melakukan pengkhianatan, menerima suap, melakukan kejahatan berat, dan pelanggaran lainnya.116
            Sementara itu, menurut Abdul Hadi Ansyary, sistem presidensial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Presiden adalah kepala eksekutif yang mempimpin kabinet. Semua kabinet diangkat dan diberhentikan serta bertanggung jawab kepada presiden. Presiden juga sekaligus kepala nega(lambang negara) yang masa jabatannya telah ditentukan dengan pasti oleh Undang-Undang Dasar.
2)      Presiden tidak dipilih oleh Badan Legis[atif, tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih. Oleh karena itu, ia bukan bagian dan badan legislatif seperti dalam sistem parlementer.
3)      Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif, dan dalam hubunan mi ia tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif. (Di Amerika Serikat, presiden dapat dijatuhkan melalui impeachment).
4)      Sebagai imbangannya, presiden tidak dapat atau tidak mempunyai wewenang membubarkan badan legislatif)’7
            Menurut Ball dan Peters, ada empat ciri dalam sistem presidensial, yaitu:
1)      Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan.
2)      Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi langsung dipilih oleh rakyat (popular elected).
3)      Presiden bukan bagian dan perlemen, dan tidak dapat diberhentikan oleh panlemen, kecuali melalui proses pemakzulan (impeachment,).
4)      Presiden tidak dapat membubarkan parlemen.
            Kelebihan sistem presidensial menurut Arend Lijphart adalah sebagai berikut:
  1. Akan terjadi stabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan presiden.Stabilitas eksekutif mi berlawanan dengan instabilitas eksekutif yang biasanya melahirkan suatu sistem parlementer dan penggunaan kekuasaan legislatif untuk membentuk kabinet melalui mosi tidak percaya atau sebagai akibat dan hilangnya dukungan mayoritas terhadap cabinet di parlemen.
  2. Pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat dapat dipandang lebih demokratis dan pemilihan tak langsung—formal atau informal—dalam sistem parlementer. Memang dalam demokrasi tidak menuntut pelihan semua pejabat pemerintah oleh rakyat secara langsung. Tetapi argumen bahwa kepala pemerintahan, yang merupakan pemegang jabatan paling penting dan berkuasa di dalam pemerintahan yang demokratis, harus dipilih secara langsung oleh rakyat mengandung validitas yang tinggi.
  3. Dalam sistem presidensial telah terjadi pemisahan kekuasaan yang berarti pemerintahan yang dibatasi sehingga jaminan atas perlindungan kebebasan individu atas tirani pemerintah akan terminimalisasi. 118
            Sementara itu, kelemahan dalam sistem presidensial menurut Arend Lijphart adalah sebagai berikut:
  1. Akan mudah terjadi keman1ekan dalam hubungan eksekutif dan legis1atif.9 Inilah yang merupakan konsekuensi pertama dan sistem presidensial. Kemandekan tersebut adalah masalah utama yang dialami oleh Amerika Serikat, yang kemudian menuntut reformasi kelembagaan secara mendasar.12° Menurut Scott Mainwaring, kebuntuan atau kemandekan antara eksekutif dan legislatif juga menjadi. masalah besar dalam sistem presidensial yang dianut oleh banyak negara di Amerika Latin. Salah satu pemecahannya adalah tetap memisahkan kedua kekuasaan tersebut tetapi tidak menyeimbangkan keduanya; khususnya meningkatkan kekuasaan presiden, dengan membandingkan dan mengorbankan kekuasaan legislatif, untuk menjadikan presiden sebagai penggerak sistem pemerintahan yang lebih aktif dan efektif.’21
  2. Dalam sistem mi terjadi kekakuan temporal. mi terlihat dan masa jabatan presiden yang pasti menguraikan periode-peniode yang dibatasi secara kaku dan tidak berkelanjutan, Sehingga tidak memberikan kesempatan untuk melakukan berbagai penyesuaian yang dikehendaki oleh keadaan. Menurut Bagehot, sistem mi tidak memiliki unsur elastis; segala sesuatu ditetapkan secara kaku, dan sikap revolusioner yang dibutuhkan oleh pemerintah sama sekali tidak ada. Masalah mi diperburuk lagi oleh ketentuan bagi wakil presiden yang menggantikan presiden secara otomatis jika presiden rneninggal dunia atau tidak mampu lagi menjalankan tugasnya; pengganti otomatis mi dipilih sebelumnya sehingga bukan merupakan orang yang paling tepat dalam keadaan baru di mana suksesi itu berlangsung.122
  3. Sistem presidensial dipandang mempunyai cacat bawaan karena sistem mi berjalan atas dasar aturan “pemenang menguasai semuanya.” Sehingga politik demokrasi akan menjadi sebuah permainan dengan semua potensi konfliknya. Dalam pemilihan presiden, hanya seorang calon dan satu partai yang bakal menang. Selain itu, konsentrasi kekuasaan di tangan presiden memberinya sangat sedikit insentif untuk membentuk koalisi atau sistem pembagian kekuasaan lainnya atau untuk mengambil bagian dalam negosiasi dengan pihak oposisi yang mungkin diperlukan untuk menghadapi berbagai masalah yang dapat memecah belah. Terutama di negara yang telah terbagi dan terpolarisasi, aturan “pemenang menguasai semuanya” sangat mungkin menimbulkan pembagian dan polarisasi lebih lanjut. Politik menjadi eksklusif, bukan inklusif.123
b. Sistem Pemerintahan Parlementer
            Sistem pemerintahan parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam sistem in parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri, dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan mosi tidak percaya.124
            Sistem mi muncul dan ketatanegaraan Inggris sejak 250-300 tahun yang lalu. Sistem mi muncul di Inggris karena adanya keperluan politis yag sangat mendesak, sehingga perkembangannya tidaldah didasarkan atas tuntutan konstitusi, hukum, ataupun teori politik. Praktik mengenai mi berkembang rnendahului teori yang
            Pada mulanya, kabinet dibentuk sebagai dewan pelayan rahasi.a ataupun dewan pelaksana perintah dan raja dalam menjalankan pemerintahan negara. Sir Ivor Jennings mengatakan; “The cabinet bas been described as such of Her Majesty’s confidental servant as are of privy council.” Menurut Jennings kabinet Inggris layaknya suatu Dewan Direktur Kerajaan Inggris, termasuk seluruh bagian commonwealth yang tidak memiliki pemerintahan sendiri. 125
            Secara umum, menurut Mahfud MD, ada beberapa ciri-ciri dalam sistem parlementer, yaitu:126
1)      Kepala negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan karena lebih bersifat simbol nasional (pemersatu bangsa).
2)      Pemerintah dilakukan oleh sebuah kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.
3)      Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen, dan dapat dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi.
4)      Kedudukan eksekutif (kabinet) lebih rendah dan parlemen, karena itu dia bergantung pada parlemen.
            Karena posisi kabinet yang lemah, maka untuk mengimbangi kekuasaan, kabinet dapat meminta kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen dengan alasan parlemen dinilai tidak representatif. Kalau itu yang terjadi, maka dalam waktu yang relatif pendek kabinet harus menyelenggarakan pemilu untuk membentuk parlemen baru. 127
Sementara itu, Mhd Shiddiq Tgk. Armia mengatakan sedikitada enam ciri-ciri umum dalam sistem parlementer, yaitu:
1)      Kabinet dibentuk dan bertanggung jawab kepada parlemen
2)      2.Kabinet dibentuk sebagai suatu kesatuat dengan tanggung jawab kolektif pada perdana menteri
3)      Kabinet mempunyai hak konstitusional untuk membubarkan parlemen sebelum periode kerjanya berakhir.
4)      Setiap anggota kabinet adalah anggota parlemen yang terpilih.
5)      Kepala pemerintahan (perdana menteri) tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan dipilih menjadi salah seorang anggota parlemen.
6)      Adanya pemisahan yang tegas antara kepala negara dengan kepala pemerintahan.128 nya
            Sementara itu, S. Pamudji, memberikan beberapa ciri-ciri umum terhadap sistem pemerintahan parlementer, yaitu:
1)      Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh atau atas dasar kekuatan yang menguasai parlemen.
2)      Para anggota kabinet dimungkinkan seluruhnya anggota panemen, juga dimungkinkan tidak seluruhnya anggota panlemen, atau bisa juga seluruhnya bukan anggota panlemen.
3)      Kabinet, melalui ketuanya, bertanggung jawab kepada panemen. Apabila kabinet atau seorang atau beberapa orang anggotanya mendapat mosi tidak percaya dan parlemen, maka kabinet atau seorang atau beberapa orang yang mendapat mosi tidak percaya tersebut harus mengundurkan din.
4)      Sebagai imbangan dapat dijatuhkannya kabinet, maka kepala negara (presiden, raja, atau ratu) dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat membubarkan parlemen)29
            Karakteristik sistem parlementer, menurut Deny Indrayana, adalah sebagai berikut:
  1. Ada kepala negara yang perannya hanya simbolis dan seremonial, mempunyai pengaruh politik (political influence) yang sangat terbatas. Kepala negara mungkin seorang presiden sebagaimana di Jerman, India, dan Italia. Namun di Jepang, kepala negara adalah seorang kaisar, dan di Inggris seorang ratu.
  2. Cabang kekuaaan eksekutif dipimpin seorang perdana men- ten atau kanselir,13° yang bersama-sama dengan kabinet, adalah bagian dan panlemen, dipilih oleh parlemen dan setiap saat dapat diberhentikan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya.
  3. Parlemen dipilih melalui pemilu yang waktunya bervariasi, ditentukan oleh kepala negara berdasarkan masukan dan per- dana menteri, atau kanselir.’31
            Sampai saat mi, di antara negara-negara yang menerapkan stem parlementer, masih terdapat pcrbedaan-pcrbedaan mendasar. Ketidaksamaan tersebut, menurut Denny Indrayana, dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1) Perbedaan jenis parlemen, apakah unikameral atau bikameral, termasuk perbedaan sistem pemilihan anggota kamar kedua (second chamber): 2) Perbedaan kekuatan eksekutif untuk membubarkan parlemen dan mempercepat pemilu, serta sebaliknya perbedaan kekuatan parlemen untuk memberhentikan perdana menteri; 3) Perbedaan adanya kewenangan judicial review. Di Inggris kewenangan demikian tidak ada karena kedaulatan parlemen yang supremasi; dan 4) Perbedaan. jumlah dan tipe partai pohik)32
Menurut Bagir Manan, sistem parlementer dapat dijalankan baik pada negara republik ataupun kerajaan. Singapura, India, Pakistan, Bangladesh, dan Israel adalah beberapa di antara negara republik yang menjalankan sistem parlementer.133 Sedangkan, Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Belgia, dan Swedia adalah contoh kerajaan dengan sistem pemerintahan parlementer. Selain itu, ada pula pemerintahan parlementer yang tidak secara resmi berbentuk republik atau kerajaan, seperti Australia, Kanada, dan New Zealand. Ketiga negara mi merupakan bagian dan sistem commenwealth dengan Inggris sebagai negara induk.134


Tidak ada komentar:

Posting Komentar