BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Marxisme Klasik merupakan teori-teori yang secara langsung
dilahirkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Istilah “Marxisme Klasik”
digunakan untuk membedakan antara “Marxisme” yang dipahami secara luas dengan
apa yang diyakini oleh Marx. Sedangkan Marxisme adalah teori maupun aplikasi
yang didasarkan pada interpretasi atas karya-karya Marx dan Engels.
Di antara aliran pemikiran, tak ada ekonom atau filsuf lain
yang menciptakan begitu besar semangat dan gairah religius seperti Karl Marx.
Marx menjadi tokoh pujaan visioner dan revolusioner, bukan sekadar seorang
ekonom. Ketika membaca The Communist Manifesto yang tebalnya sekitar 150
halaman, seseorang pasti merasakan adanya aliran semangat, gaya yang tajam, dan
kesederhanaan yang mengagumkan dalam kalimat-kalimat Marx dan Engels (Skousen,
2001:163).
Marx tidak hanya menciptakan fanatisme di kalangan generasi muda,
tetapi juga memberikan kontribusi besar dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan
saat ini, pendekatan Marxis dalam pendidikan dan riset di Barat digunakan dalam
berbagai disiplin ilmu, yaitu Antropologi, Media Studies, Teater, Sejarah,
Teori Sosiologi, Ekonomi, Literary Criticism, Aesthetic, dan Filsafat.
B. Rumusan
Masalah
Dari uraian yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa
Marxisme Klasik memiliki pengaruh yang sangat luas dalam berbagai disiplin
ilmu. Akan tetapi, literatur berbahasa Indonesia yang membahas mengenai
Marxisme Klasik dalam penuturan yang sederhana masih sulit ditemui. Oleh karena
itu, dalam makalah ini, Kami bermaksud memaparkan ide-ide utama dalam Marxisme
Klasik yang dilahirkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels.
C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui ide-ide utama dalam
Marxisme Klasik yang dilahirkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels.
D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menguak dan menambah
pengetahuan serta informasi mengenai Marxisme Klasik.
BAB 2
PEMBAHASAN
Marxisme sebenarnya adalah suatu sintesis dari berbagai arus
ideologi yang berkembang pada masa awal dan pertengahan abad ke-19. Arus-arus
ini adalah pemikiran-pemikiran filsuf Jerman (Immanuel Kant, dialektika Hegel,
materialisme Feurbach, teori perang kelas dari Michelet), doktrin-doktrin
ekonomi Inggris dan Skotlandia dari Smith dan Ricardo, serta sosialisme
Perancis (J.J. Rousseau, Charles Fourier, Henri de Saint-Simon, Pierre-Joseph
Proudhon, Louis Blanc). Namun dua filsuf radikal yang sangat mempengaruhi Karl
Marx adalah G.W.F. Hegel yang mengembangkan materialisme dialektis, yaitu semua
kemajuan dicapai melalui konflik, dan Ludwig Feuerbach dengan bukunya, yaitu
The Essence of Christianity.
Fondasi teori Marxisme terangkum dalam tiga tema besar:
Pertama adalah filsafat Materialisme, asas pokok filsafat ini, berdiri tegak di
atas landasan Materialisme dialektika dan Materialisme historis. Kedua, ekonomi
politik. Pembahasan yang paling penting dalam masalah ini yaitu pandangan
materialisme dalam teori nilai laba atau keuntungan, beserta segala yang
terkait dengan hal itu; baik rentetan yang mempengaruhi kondisi sosial
masyarakat, bahkan yang menyentuh dimensi agama. Ketiga; konsep ketatanegaraan
dan pandangan revolusi. Namun, konsep ketiga ini dalam perkembangannya saat ini
sudah berada diluar lingkup Marxisme Klasik, sehingga tidak akan dibahas dalam
makalah ini.
Dalam pandangan Marxis, materi adalah tuhan itu sendiri,
tiada yang mempunyai kekuatan dalam penciptaan kecuali materi. Marxisme dimulai
dengan ide bahwa materi adalah esensi dari semua realitas, dan materilah yang
membentuk akal, bukan sebaliknya. Hanya materilah yang merupakan esensi awal
pencipta dari segenap wujud, kemudian berevolusi menggunakan teori hukum
dialektika internal menuju kehidupan nabati, berevolusi lagi menuju kehidupan
hewani, kemudian insani dan, pada akhirnya menciptakan karya terbesar yang
mampu membedakan manusia dengan wujud lain, terciptalah logika.
Pada umumnya Marxisme muncul mengambil bentuk dari tiga akar
pokok, Salah satu dari akar itu ialah analisis Marx tentang politik Prancis,
khususnya revolusi borjuis di Prancis tahun 1790an, dan perjuangan-perjuangan
kelas berikutnya diawal abad ke-19. Akar lain dari Marxisme adalah apa yang
disebut ‘ekonomi Inggris’, yaitu analisis Marx tentang sistem kapitalis seperti
yang berkembang di Inggris. Akar ketiga dari Marxisme, yang menurut catatan
sejarahnya merupakan titik permulaan Marxisme, adalah ‘filsafat Jerman’.
Menurut Marx, tak ada yang disebut dengan fitrah manusia
(individual human nature), yang mengacu pada suatu kumpulan karakteristik
manusia secara umum dan pokok, serta karenanya juga mengacu pada sesuatu yang
secara definitif konstan tidak berubah. Mengingat bahwa manusia tidak memiliki
individual human nature, maka kesadaran mereka dan aspek-aspek lain seperti
sosial, politik, dan proses intelektual kehidupan mereka, senantiasa berubah
dan perubahan ini ditentukan oleh kondisi-kondisi materiil kehidupan (The
Material Conditions of Life) dan secara spesifik oleh metode produksi.
Sebagaimana dalam Selected Writings in Sociology and Social
Philosophy, Karl Marx menyebutkan, “Mode produksi dalam kehidupan materiil
manusia menentukan karakter umum proses kehidupan sosial, politik, dan
intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan diri mereka, melainkan
sebaliknya, keadaan sosial lah yang menentukan kesadaran mereka”. Senada dengan
yang dikatakan Engels, “Pikiran tidak menciptakan materi, namun materilah yang
menciptakan pikiran.” Maka, untuk mengerti dan mendefinisikan sebuah filsafat,
teori ataupun ideologi, menurut Marx perlu menganalisis “kenyataan sosial” yang
merupakan dasar filsafat tersebut. Marxisme mewakili pertentangan yang
sistematis dan fundamental dengan idealisme dalam segala bentuknya, dan
perkembangan Marxisme mencerminkan suatu pemahaman materialis tentang apa yang
tengah terjadi dalam realitas (kenyataan).
Pendek kata, Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh
secara utuh, independen dari kepentingan jangka pendek dari berbagai golongan
sektoral, nasional, dan lain-lain. Atau dengan kata lain, Marxisme terlahir
dari perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem kapitalis, dan juga
mewujudkan obsesi kemenangan gerakan sosialis. Maka Marxisme bertentangan
dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh
kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka pendek.
Dalam Marxisme klasik, basis ekonomi dalam masyarakat
menciptakan supra-struktur (politik-ideologi dll)—hubungan-hubungan ekonomi
menghasilkan fenomena-fenomena sosial, budaya dan politik yang meliputi semua
hal termasuk diantaranya ideologi, kesadaran politik hingga budaya yang
berhubungan dengan media.
Marx meyakini bahwa identitas suatu kelas sosial ditentukan
oleh hubungannya dengan sarana-sarana produksi. Berdasarkan hal itu, ia
mendeskripsikan kelas-kelas sosial dalam masyarakat Kapitalis, yang terdiri
atas :
1) Kaum proletar (the proletariat),
yaitu mereka yang menjual tenaga kerja mereka karena mereka tidak memiliki
sarana produksi sendiri. Menurut Marx, mode produksi kapitalis membangun
kondisi dimana kaum borjuis mengeksploitasi kaum proletar, berdasarkan fakta
bahwa tenaga kerja menghasilkan nilai tambah yang lebih besar daripada gaji yang
mereka terima.
2) Kaum borjuis (the bourgeoisie),
yaitu mereka yang memiliki sarana produksi sendiri, dan membeli tenaga kerja
dari kaum proletar dan mengeksploitasi mereka. Kaum borjuis selanjutnya dibagi
lagi menjadi the very wealthy bourgeoisie dan the petit bourgeoisie yang
walaupun mempekerjakan orang lain, tapi masih perlu bekerja sendiri. Marx
memprediksikan bahwa petit bourgeoisie akan dihancurkan oleh penemuan
sarana-sarana produksi baru yang terus menerus, dan akan menggeser kedudukan
sebagian besar dari mereka menjadi kaum proletar.
Marx juga mengidentifikasikan kelas-kelas lain, yaitu:
1) Lumpenproletariat, yaitu suatu
strata dalam perekonomian yang sama sekali tidak terhubung dengan sarana-sarana
produksi, antara lain para perampok, petualang (vagabond), kriminal, dan lain
sebagainya.
2) Landlords, yaitu suatu kelas yang
penting di masa lalu, dan beberapa diantaranya masih memiliki kekayaan dan
kekuasaan.
3) The Peasantry dan The Farmers, yang
mana Marx memandang kelas ini tidak terorganisir dan tidak mampu membuat
perubahan. Marx juga meyakini bahwa kelas ini lama kelamaan akan menghilang,
dengan kebanyakan dari mereka menjadi kaum proletar, tapi beberapa diantaranya
menjadi tuan tanah (Landowner).
Konsep pokok dalam analisis Marx adalah “alienasi” atau
“keterasingan”, yang timbul dalam masyarakat kapitalis karena eksploitasi
terhadap kaum proletariat (buruh) oleh kaum borjuis. Padahal semua nilai
ekonomi berasal dari kaum proletar, tetapi mereka tidak mendapatkan lebih dari
upah subsisten, yaitu upah yang hanya cukup untuk melanjutkan hidup dan
melahirkan keturunan. Saldo (nilai surplus) tetap digenggam oleh kaum borjuis,
karena itu mereka menjadi kuat dan memojokkan kaum proltar dalam suatu kondisi
perbudakan abadi. Proses ini akan “memerosotkan martabat” dan “memberlakukan
dehumanisasi” pada kaum proletar, sehingga menurunkan mereka menjadi potongan
manusia (alienasi). Mereka akhirnya tidak mampu mengembangkan potensi
kemanusiaannya secara penuh. Eksploitasi ini menyebabkan pembagian masyarakat
menjadi dua kelas antagonis dan meniupkan api peperangan kelas yang membentuk
inti proses sejarah umat manusia. Umat manusia tidak bebas, mereka adalah
bidak-bidak diatas papan catur sejarah. Nasib mereka ditentukan oleh konflik
kepentingan ekonomi yang tidak dapat dihindari dalam berbagai kelas masyarakat
manusia (determinisme ekonomi).
Menurut argumen ini, kunci sejarah tidak terletak pada
gagasan-gagasan manusia, tetapi pada kondisi ekonomi kehidupan mereka. Agama
dan negara dalam suatu masyarakat borjuis adalah bagian integral dari konflik
ini dan dipakai oleh kaum borjuis untuk menindas kaum proletar. Karena itu,
mereka amat berperan dalam proses alienasi manusia. Alienasi akan menghilang,
bila terdapat suatu masyarakat yang tak berkelas, dan negara akan punah setelah
melewati berbagai tingkatan proses sejarah. Karena itu, kewajiban yang pasti
adalah menghapuskan semua keadaan dimana umat manusia dilecehkan, diperbudak,
dan ditinggalkan sebagai makhluk terhina.
Satu-satunya cara untuk mengakhiri alienasi adalah
menghapuskan kepemilikan barang, yang merupakan sebab utama. Hal ini akan
menghapuskan hak-hak istimewa kaum borjuis dan juga akan memotong kekuasaan
eksploitatif dan politik mereka. Cara yang paling efektif untuk mengakhiri ini
adalah dengan melancarkan suatu revolusi yang digerakkan oleh kaum proletar
untuk meruntuhkan secara paksa sistem kapitalis.
Marx menolak pendekatan kaum utopia sosial (yaitu
eksperimen-eksperimen humanitarian berskala kecil dalam masyarakat) sebagai
pembunuh perjuangan kelas. Usaha dari pihak pemerintah untuk memodifikasi
pola-pola distribusi tidak akan berhasil membawa sosialisme. Untuk menciptakan
suatu masyarakat yang benar-benar harmonis, yang mencerminkan gagasan “dari
tiap-tiap orang diambil menurut kemampuannya dan kepada tiap orang diberikan
menurut kebutuhannya”, maka sistem kapitalis harus mengalami suatu transformasi
revolusioner. Setelah masyarakat berhasil melikuidasi kaum borjuis dan
mengkolektifikasi sarana-sarana produksi yang dimiliki swasta, maka saat itu
telah berhasil mewujudkan suatu masyarakat rasional progresif (yang bercirikan)
tanpa upah, tanpa uang, tak ada kelas-kelas, dan akhirnya tak ada negara, yaitu
“suatu asosiasi bebas para produsen dibawah kontol purposif dan kesadaran
mereka sendiri”. Kejatuhan kaum borjuis dan kemenangan kaum proletar sama-sama
tidak dapat dielakkan.
Gagasan ini tertuang dalam teori Marxis tentang Materialisme
Historis (Historical Materialism). Materialisme Historis memahami masyarakat
ditentukan secara fundamental oleh kondisi material dalam waktu tertentu. Ini
berarti hubungan dimana masyarakat saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan
pokok mereka, misalnya makanan dan minuman. Marx dan Engels mengidentifikasikan
lima tahapan pembangunan (dan satu masa peralihan) berdasarkan kondisi-kondisi
material ini di Eropa Barat :
1) Primitive Communism, sebagaimana dapat dilihat di
kerjasama masyarakat suku (Cooperative Tribal Society).
2) Slave Society, yang terbangun setelah suku-suku berubah
menjadi negara kota. isinilah para aristokrat lahir.
3) Feudalism, yaitu dimana para aristokrat menjadi golongan
yang berkuasa (ruling class), dan para pedagang mulai berubah menjadi
kapitalis.
4) Capitalism, para kapitalis menjadi golongan yang
berkuasa, yang memciptakan dan mempekerjakan kelas pekerja yang sesungguhnya.
5) Socialism (Dictatorship of the Proletariat), yaitu saat
ketika para pekerja meraih kesadaran kelas (Class Consciousness), menyingkirkan
para kapitalis, dan mengambil alih kendali negara.
6) Communism, yaitu sebuah masyarakat tanpa kelas
(Classless) dan tanpa negara (Stateless).
Perjuangan gerakan marxisme klasik itu sendiri dinilai masih
belum mampu menghalau kapitalisme yang semakin menyebar luas di masyarakat.
Untuk membenahi gerakan dan konsepsi marxisme klasik tersebut, muncul lah
pemikiran baru di kalangan marxis (Neo Marxism) yang bercorak revisionistik.
Neo Marxism menemukan beberapa penyebab kegagalan gerakan marxisme klasik
melawan kapitalisme. Pertama, karena tidak terorganisirnya kaum buruh dalam suatu
partai. Kedua, kaum buruh memiliki kesadaran yang lemah atas situasi
penindasan. Kesadaran palsu (false conciousness) masih mengakar di dalam kelas
buruh. Agar mereka (para buruh) berhasil menghantam kapitalisme, dibutuhkan
gerakan kolektivitas massa dalam suatu disiplin partai dan pemahaman atas
hegemoni kaum kapitalis.
Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat berbagai school of
thought dalam Marxisme itu sendiri, antara lain Western Marxism yang memiliki
cabang-cabang Structural Marxism, Neo Marxism, The Frankfurt School, Cultural
Marxism, Autonomist Marxism, Analytical Marxism, Marxist Humanism, dan Marxist
Theology; serta ada juga Post Marxism dan Marxism Feminism. Dan bahkan setelah
meninggalnya Karl Marx pada tahun 1883, berbagai kelompok yang menggunakan
basis pemikiran Marxisme dalam politik dan kebijakan mereka, bermunculan di
seluruh dunia, yang mana kadang-kadang mereka saling bertentangan satu sama
lain. Misalnya antara para pendukung Demokrasi Sosial yang berpendapat bahwa
transisi menuju Socialism dapat terjadi di dalam sebuah sistem parlementer
borjuis, dengan Komunis yang menyatakan bahwa transisi menuju masyarakat
sosialis membutuhkan sebuah revolusi dan penghancuran negara kapitalis.
BAB 3
PENUTUP
Marxisme Klasik merupakan teori-teori yang secara langsung
dilahirkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Dasar-dasar Marxisme amat
dipengaruhi oleh G.W.F. Hegel yang mengembangkan materialisme dialektis, yaitu
semua kemajuan dicapai melalui konflik, dan materialisme Ludwig Feuerbach.
Ide-ide utama dalam Marxisme meliputi Eksploitasi, Alienasi, Basis dan
Superstructure, Kesadaran Kelas (Class Consciousness), Ideologi, Materialisme
Historis, dan Ekonomi Politik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Classical Marxism.
en.wikipedia.org/wiki/Classical_Marxism [diakses pada 13/10/2008 10:07]
Anonim. Marxism. en.wikipedia.org/wiki/Marxism [diakses pada
13/10/2008 10:07]
Chapra, M. Umer. 2000. Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani. Terjemahan dari: Islam and The Economic Challenge
Chapra, M. Umer. 2000. Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani. Terjemahan dari: Islam and The Economic Challenge
Felagonna, Utche P. Tentang Louis Althusser, Sebuah Catatan
Investigasi. sadikingani.rumahkiri.net. [diakses pada 15/10/2008 15:43]
Firdaus, J. Sketsa Dasar Ideologi Marxisme.
pwkpersis.wordpress.com [diakses pada 15/0/2008 15:46]
Hidayat, Rahmat. Teori Marxis dalam Hubungan Internasional.
Alfalah connection.wordpress.com [diakses pada 15/10/2008 15:45]
Skousen, Mark. 2006. Sang Maestro “Teori-Teori Ekonomi
Modern”: Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Prenada. Terjemahan dari: The
Making of Modern Economics: The Lives and Ideas of the Great Thinkers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar