BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Norma dan hukum merupakan suatu controlling
dari suatu sistem Sosial yang berinteraksi pada semua lingkungan masyarakat
yang tidak terbatas oleh sekat-sekat status social yang menjadi suatu kendala
dari penegak hukum di suatu wilaya tertentu, namun yang menjadi pokok
permasalahan adalah bagaimana menjalankan institusi yang menjadikan penggerak
sekaligus penegak hukum. Kebanyakan di Indonesia sendiri menggunakan hukum dan
norma yang berdasarkan persepsi sendiri dengan kata lain masyarakat Indonesia
men-justification masyarakat dan
menentukan suatu sikap social yang didasari dari pendapat yang menjadi suatu
pembenarana.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis merumuskan masalah dengan bentu point
per point, diantaranya
1.
Apa yang
dimaksud dengan institusi social ?
2.
Apa yang
di maksud dengan stratifikasi Norma ?
3.
Apa
hubungan institusi social dan stratifikasi norma ?
C. Metode
Untuk menjadikan makalah ini penulis menempuh
beberapa metode yang di gunakan sebagai sumber data yang dibutuhkan antara lain
:
1.
Studi
reading
Yaitu metode yang menggunakan cara membaca
dari buku-buku sumber yang berkaitan dengan permasalahan.
2.
Studi
Dunia Maya
Yaitu pencarian sumber data yang dibutuhkan
yang di tempuh dengan cara pencarian di Dunia Maya {Internet}.
BAB II
NORMA, INSTITUSI SOSIAL, DAN STRATIFIKASI NORMA
1. Pengertian
A. Institusi Sosial
Dalam bahasa Inggris di
jumpai dua istilah yang mengacu pada pengertian institusi (lembaga),
yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan
kepada pengertian institusi sebagai sarana dan organisasi untuk mencapai tujuan
tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai
suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan
Istilah lembaga kemasyarakatan
merupakan pengalih bahasaan dari istilah Inggris, social institution.
Akan tetapi Soejono Soekanto menjelaskan bahwa sampai saat ini belum ada kata
sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan tepat untuk menjelaskan
istilah tersebut. Ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah
itu ialah pranata sosial yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang mengatur
tingkah laku anggota masyarakat. Pranata sosial yang di tuturkan oleh
Koentjaraningrat, adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang
berpusat pada sejumlah aktivitas masyarakat[1].dengan
demikian menurut beliau, lembaga kemasyarakatan ialah sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan.
Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa ari social institution ialah bangunan sosial.
Pengertian-pengertian
social institution yang dikutip oleh Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut.
Menurut Robert Mac Iver
dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau prosedur
yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu
kelompok kemasyarakatan.
Howard Becker
mengartikan social istitution dari sudut fungsinya. Menurutnya ian
merupakan jaringan dari proses hubungan antar manusia dan antar kelompok
manusia yang berfungsi meraih dan memelihara kehidupan hidup mereka.
Summer melihat social
institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, ini merupakan perbuatan,
cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal yang
bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dari paparan singkat
mengenai institusi, dapat disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian:
pertama , sistem norma yang mengandung arti pranata; kedua, bangunan. Menurut
Summer, sebagaiman dikutipoleh Selo Soemarjan dan Soelaeman soemardi,yaitu an institution consist a concept idea,
nation, doctrin, interest and a structure (suatu institisi terdiri atas
konsep tentang cita-cita,minat, doktrin, kebutuhan, dan struktur).
Sebagai sebuah norma
institusi bersifat mengikat. Ia merupak aturan yang mengatur warga kelompok dimasyarakat. Di samping itu
ia pun merupakan pedoman dan tolak ukur untuk membandingkan dan mengukur
sesuatu.
Norma-norma yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat, berubah sesuai dengan keperluan dan kebutuhan
manusia. Maka lahirlah umpanya, kelompok norma yang menimbulkan institusi
keluarga dan institusi perkawinan; kelompok norma pendidikan yang menghasilkan
insstitusi pendidikan;kelompok norma norma yamg membentuk institusi norma;
seperti peradilan; kelompok norma agam yang membentuk institusi keagamaan.
Dilihat dari daya
mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi
empat macam; pertama, tingkatan cara (usage); kedua, kebiasaan (folkways);
ketiga, tata kelakuan (mores); keempat, adapt istiadat (custom)
Usage menunjuk
pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan
mengikat norma ini paling lemah dibandingkan dengan ketiga norma yang lainnya. Folkways
merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama; menggambarkan bahwa kegiatan tersebut disenabgi banyak orang. Daya ikat
norma ini lebih kuat daripada usage; contohnya memberi hormat kepada
yang lebih tua. Tidak memberi hormat kepada yang lebih tua dianggap suatu
penyimpangan.
Apabila suatu kebiasaan
dianggap sebagaicara berprilaku, bahkan dianggap dan diterima sebagai norma
pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia merupakan alat pengawas bagi perilaku
masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat daipada folkways dan usage.
Norma tata kelakuan
yang terus menerus dalakukan sehingga integrasinya menjadi sangat kuat dengan
pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat dan meningkat
ketahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang melanggar custom
akan menderiata karena mendapat sanksi yang keras dari masyarakat[2].
Di dalam uraian telah
disinggung, bahwa pergaulan hidup dalam masyarakat diatur oleh kaidah-kaidah
dengan tujuan untuk mencapai tata tertib. Di dalam perkembangan selanjutnya
kaidah tersebut berkelompok-kelompok berbagai keperluan pokok dari kehidupan
manusia seperti kebutuhan hidup kekerabatan, kebutuhan pencarian hidup,
kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan untuk menyatakan keindahan, kebutuhan
jasmaniiah diri, manusia, dan lain sebagainya.
Dari contoh yang telah
diuraikan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa lembaga-lembaga kemayarakatan
terdapat didalam setiap masyarakat, karena setiap masyarakat tentu mempunyai
kebutuhan-kebutuhan pokok ynag apabila dikelompokkan, terhimpun menjadi
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam berbagai bidan kehidupan.dengan
demikian maka suatu lembaga kemasyarakatan merupakan himpuna daripada
kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di
dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, maka lembaga-lembaga
kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.
untuk memberikan pedoman kepada masyarakat, bagaimana
mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah
masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
2.
untuk menjaga keutuhan masyarakat yang beersangkutan
3.
memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan
sistem pengendalian sosial[3].
Dari penjelasan singkat
tersebut terlihat nyata, bahwa tidak semua kaidah merupakan lembaga-lembaga
kemasyarakatan,hanya yang mengatur kebutuhan pokok saja yang merupakan lembaga
kemasyarakatan. Artinya bahwa kaidah-kaidah tersebur harus mengalami proses
pelembagaan (institution nalization) terlebih dahulu, yaitu suatu proses
yang dilewati oleh suatu kaidah yang baru untuk menjalanu bagian salah satu
lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud disini ialah agar kaidah tadi diketahui,
dimengerti, ditaati, dan dihargai dalam kehidupan sehari-hari. Proeses
pelembagaan sebenarnya tidak berhenyi demikian saja, akan tetapi dapt
berlangsung lebih jauh sehingga suatu kaidah tidak saja melembaga akan tetapi
bahkan menjiwai bahkan mendarah daging pada masyarakat.
B. Stratifikasi Sosial dan Norma
Stratifikasi
sosial disini diartikan sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam
kelas-kelas secara bertingkat atau
secata hierarkis. Oleh karena itu, para ahli sosiologi norma biasanya
mengemukakan suatu hipotesis bahwa semakain komplek stratifikasi sosial
dalammasyarakat, semakin banyak normayang mengaturnya. Statifikasi sosial yang
dimaksud, diartikan sebagai suatu keadaan yang mempunyai tolok ukur yang banyak atau ukuran yang dipergunakan
sebagai indicator untuk mendudukan seseorang kedalam posisi sosial tertentu.
Sudah
menjadi kenyataan yang tidak asing lagi, bahwa norma merupaka salah satu gejala
sosial sama halnya dengan ekonomo, politik, pendidikan, dan seterusnya. Bahwa
telah disadari norma dan gejala sosial lainnya saling mempengaruhi. Namun,
disatu pihak, norma dapat norma dapat dipelajari tersendidri terlepas dari
gejala sosial lainnya dan di pihak lain ada yang lebih senang mempelajari hukun
dan kaitannya dengan gejala sosial lainnya.
Dalam setiap masyarakat
pasti ada sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dimaksud akan melahirkan suatu
system sosial yang berlapis-lapis atau stratifikasi sosial pada masarakat yang
dimaksud. Stratifikasi sosial ialah perbedaan penduduk secara
bertingkat-tingkat berdasarkan hierarkinya. Suatu contoh: masyarakat Bali
mempunyai beberapa kasta. Kasta-kasta dimaksud, antara satu dengan yang lainnya
tidak pernah sederajat. Selain itu dapat pula diungkapkan bahwa dalam
masyarakat di Sulawesi Tengah tampak adanya masyarakat yang kaya, miskin, dan
masyarakat menengah.
C. Hubungan Institusi Sosial,
Stratifikasi Sosial dengan Norma
Masalah yang dapat
timbul darihubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan norma ialah
pertama-tama, dapatkah norma dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan? Dengan
melihat bahwa norma merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang bertujuan untuk
mencapai suatu kedamaian, maka dapat dikatakan bahw norma daharapkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketertban dan ketentraman, yang merupakan
suatu kebutuhan pokok masyarakat. Bahwa norma merupakan lembaga kemasyarakatan,
karena disamping sebagai gejala sosial (das sein), hukm juga mengandung
unsure-unsur yang ideal (das sollen). Apabila telah dicapai kesepakatan bahwa
norma dakatakan sebagai lembaga kemasyarakatan, maka pertanyaan berikutnya
ialah apakah hubungan norma dengan lembaga kemasyarakatan lainnya?
Pertanyaan
tersebut diatas dapat dijawab dengan menelaah macam-macam lembaga
kemasyarakatan yang dapat dijumpai dalam lingkungan masyarakat. Bernacam-macam
lembaga kemasyarakatantersebut antara lain disebabkan karena adanya klasifikasi
tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut
dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin dan Gilin adalah
sebagai beriut :
- Dari sudut perkembangannya dikenal dengan adanya crescive institution dan enacted institution. Crescive institution merupakan lembaga utama yang dengan sendririnya tumbuh dari adapt istiadat masyarakat. Sebaliknya, enacted institution, dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, tetapi yang tetap didasari pada kebiasaan-kebiasaan di dalam masyarakat. Pengalaman di dalam melaksanakan kebiasaan tersebut kemudian disistemanisir yang kemudian diatur dan dituangkan kedalam lembaga yang di sahkan oleh penguasa.
- Daru sudut system nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atau basic institution dan subsidiary institution. Basic instiution dianggap lembaga kemasyarakatan yang amat pentibg untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Sebaliknya subsidiary institution dianggap kurang penting, misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. Ukuran apa yang embedakan apakah suatu lembaga masyarakat dianggap sebagai basic atau subsidiary berbeda pada masing-masing masyarakat dan ukuran tersebut juga tergantung pada masyarakat hidup.
- Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan antara approved atau socilly sanctioned institution dengan unsanctioned institution. Yang pertama merupakan lembaga yang diterima oleh masyarakat, sedangkan yang kedua merupakan lembaga yang ditolak oleh masyarakat, walaupun kadang-kadang masyarakat tidak berhasil untuk memberantasnya.
- Perbedan anatara general institution dengan restricted institution terjadi apabila klasifikasi didasarkan pada factor penyebarannya.
- Dari sudut fungsinya, terdapat perbedaan antara operative instistution dengan regulative institution. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata catra yang dipeerlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, sedangkan yang kedua bertujun untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak dari lmbaga itu sendiri
Setiap masyarakat yang
mempunya system nilai-nilai yang menentukan lembgaga kemasyarakatan manakah
yang dianggap sebagai pusat dari pergaulan hidup masyarakat yang kemudian dianggap
sebagai lembagai sebagai posisi teratas.
Dengan melihat uraian diatas, maka tidak
mudah untuk menentukan hubungan norma denga lembaga kemasyakatan yang lain
terutama dal menentukan hubungan timbale baik yang ada. Hal ini bergantung pada
nilai masyarakat dan pusat perhatian penguasa terhadap aneka lembaga
kemasyarakatan.
BAB III
PENUTUP
Dengan kata lain institusi social
merupakan suatu controlling dari siakp
social dengan berbentukan suatu lembaga dari pemerintah yang memiliki
legalisasi penegakan norma yang dapat dijadikan landasan berinteraksi dalam bermasyarakat agar
terciptanya suatu lingkungan masyarakat yang
nyaman.
A.
KESIMPULAN
- Institusi social adalah tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan.
- Secara garis besar stratifikasi Norma dapat diartikan sebagai Perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat atau secata hierarkis.
- Dengan demikian institusi social dan stratifikasi Norma sangatlah diperlukan untuk menata dan mengatur masyarakat agar terciptanya suatu sistem social yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar