Entri yang Diunggulkan

RELASI NEGARA DAN HUKUM ISLAM

Prawacana; Setelah membaca tulisan ini diharapkan mahasiswa dapat:       Mengetahui dan memahami pemikirankenegaraan Perspektif I...

Minggu, 22 Juli 2012

KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS


Add caption
1.Pengantar
            Kepemimpinan adalah suatu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan pribadi, yaitu mampu mendorong dan mengajak oranglain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan tersebut juga berdasarkan pada (1) akseptansi/penerimaan oleh kelompok, dan (2) pemilikan keahlian khusus. Maka dalam iklim demokratis kita berkepentingan dengan kepemimpinan demokratis, demi pencapaian kesejahteraan dan kaedilan yang lebih merata.
            Namun kenyataan menunjukan, bahwa dalam masyarakat modern yang banyak menonjolkan individualisme sekarang banyak terdapat orang sangat ambisius, bahkan paling ambisius untuk muncul menjadi pemimpin demi kepentingan-kepentingan pribadi. Orang yangiklankan diri itu ( yang dengan segala upaya licik ingin menjabat kursi kepemimpinan ), biasanya adalah tipe orang yang sakit atau abnormal (yang korups, patologis, egoistis, tidak bertanggung jawab, criminal, sadis, dan lain-lain), itu jelass mencerminkan adanya masyarakat yangpas sakit. Dengan kata lain masyarakat yang sakit akan memproduksi pemimpin-pemimpin yang sakit atau abnormal. Dan sebaliknya, pemimpin-pemimpin yang sakit pasti akan memunculkan masyarakat yang sakit, yang dipenuhi banyak konflik, disorganisasi dan disfungsi sosial.
II Pemimpin Demokratis
Pemimpin demokratis dapat digolongkan dalam:
  1. Pemimpin demokratis tulen, dan;
  2. Pemimpin demokratis palsu/pura-pura (pseudo-demokratis)
            Pemimpin demokratis tulen itu merupakan pembimbing yang baik bagi kelompoknya. Dia menyadari bahwa tugasnya ialah mengkoordinasikan pekerjaan dan tugas dari semua anggotanya dengan menekankan rasa tanggung jawab dan kerjasama yang baik kepada setiap anggota. Dia tahu, bahwa organisasi atau lembaga bukanlah masalah ”pribadi atau individual”, akan tetapi kekuatan organisasi terletak pada partisipasi aktif setiap anggota. Dia mau mendengarkan nasehat dan sugesti semua pihak dan mampu memanfaatkan keunggulan setiap orang seefektif mungkin pada saat-saat yang tepat.
            Dia sadar, bahwa dia tidak mampu bekerja seorang diri. Karena itu dia perlu mendapatkan bantuan dari semua pihak. Dia memerlukan dukungan dan partisipasi dari bawahannya, perlu mendapaykan penghargaan dan dorongan dari atasan, dan butuh mendapatkan support/dukungan moril dari teman sejawat yang sederajat kedudukannya dengan dirinya.
            Dengan demikian, organisasi yang dipimpinnya akan terus berjalan lancar sekalipundia tidak ada ditempat. Sebab otoritas sepenuhnya didelegasikan kebawah, sehingga semua orang merasa pasti dan aman, juga merasa senang menunaikan tugas-tugasnya.
            Sebaliknya pemimpin pseudo-demokratis pada umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, dia memang berusaha untuk bersikap demokratis. Akan tetapi karena dia berkarakter lemah, merasa selalu bmbang dan tidak mempunyai pendirian, maka penampilannya tidak jauh berbeda dengn si ”baby autocrat” (otokrat bayi). Bedanya ialah pemimpin pseudo demokratis ini sifatnya lebih sentimentil. Dia sering merasa ”berdosa”  dan ingin bertobat. Dan pada saat-saat dia berhati lapang, dia menganggap semua orang sebagai ”orang sendiri/dalam”, dengan semboyan ”kita semua adalah satu keluarga besar yang bahagia”. Sedang pada saat-saat dia berhati buram, maka muncullah kemunafikan dan macam-macam sifat kelicikan.
            Pemimpin yang demokratis itu bisa berrfungsi sebagai katalisator yang bisa mempercepat proses-proses secara wajar, dan membantu pencapaian objek yang ingin dicapai dengan cara yang paling sesuai cocok dengan kondisi kelompok tersebut.
            Pada kepemimpinan yang otokratis, pemimpin memaksa rencananya tanpa berkonsultasi kepada kawan-kawannya, dan tidak pernah menjelaskan isi sepenuhnya dari rencananya. Dia mengkomandokan setiap langkah, tanpa menghiraukan sama sekali tata kerja yang paling sesuai dengan aspirasi kelompoknya, tidak memperhitungkan iklim emosional kelompok serta bentuk kerja kooperatif.
            Timbullah kemudian reaksi agresifitas yang ditujukan kepada pemimpin, atau di arahkan kepada kawan sekerja yang lemah (dalam posisi lemah). Bahkan tidak jarang mereka juga melontarkan agresifitas terhadap benda-benda mati, misalnya dengan jalan:
1)      merusak barang-barang milik organisasi;
2)      mengadakan sabotase;
3)      mencuri barang-barang, pesawat-pasawat, onderdil, dan lain-lain;
4)      munculnya apati total dari bawahan atau sanak buah;
5)      orang jadi suka membolos, tidak masuk kerja tanpa mengemukakan alasan yang wajar (absensiisme tinggi)
6)      orang dengan sengaja datang terlambat kekantor/dinas;
7)      meninggalkan tugas, desersi;
8)      bersikap acuh tak acuh, dan lain-lain.
Maka agresivitas yang memuncak bisa menimbulkan pemogokan dan hira-hura. Sebaliknya, pemimpin demokratis biasanya dihormati dan dihargai. Dia dianggap sebagai simbol kebaikan dan ”orang sendiri”, karena ia bersedia bekerja sama dengan semua anggota kelompok. Pemimpin demokratis ini tidak berusaha menjadi majikan. Semua anggota kelompok selalu ingin bertemu muka dan bertukar pikiran dengan dirinya yang dianggap sangat simpatik. Semua prestasi kerjanya selalu dinilai dengan kriteria ”hasil kami bersama-sama”. Ringkasan bentuk-bentuk kesuksesan selalu diungkapkan dalam bentuk kerja sama atau bentuk kekemian. Hususnya superioritas kepemimpinan demokratis itu ialah kemempuan mengumpulkan banyak informassi dan kebijaksanaan dari semua anggota kelompok, dan bisa memanipulasi semua dengan efektif.
            Setiap kelompok sosial pasti memiliki pola tingkah laku yang sesuai dengan tipe kepemimpinan yang mengaturnya, dan pasti tidak bergantung pada sifat-sifat individual setiap anggota kelompok. Pada kepemimpinan demokratis, ada ditanamkan disiplin oleh kelompok itu sendiri dalam suasana yang demokratis. Sedang pada kepemimpinan yang otoraktis, disiplin pada umumnya dipaksakan oleh atasan, atau dipaksakan secara eksternal, biasanya disertai ancaman atau sanksi-sanksi tertentu.
            Kepemimpinan yang demokratis itu dalam situasi yang normal, keadaannya lebih superior dari pada kepemimpinan laissez-faire dan otoriter. Sebab utamanya ialah:
  • orang bisa menghimpun dan memanfaatkan semua informasi dan kearifan dari semua anggota kelompok;
  • orang tidak menyandarkan diri pada kepandaian atau kemampuan pribadi pemimpin saja.
            Pada kepemimpinan yang otokratis, pertanggung jawaban sepenuhnya ada pada pemimpin. Sedang pada kepemimpinan demokratis, pertanggung jawaban ada di tangan seluruh anggota kelompok. Dan pada kepemimpinan laissez-faire, pertanggungjawaban didistribusikan kepada setiap anggota sebagai individu yang terpisah-pisah (singulir), dengan semboyan “setiap orang boleh berbuat semau sendiri”. Seterusnya, kepemimpinan yang otokratis dan demokratis, kedua-duanya memiliki garis kepemimpinan yang jelas. Sedang pada bentuk kepemirnpinan laissez-faire justru tidak terdapat garis kepemimpinan, sehingga cenderung mengarah pada kebebasan total dan kekacauan.
            Di bawah kepemimpinan demokratis pasti terdapat disiplin kerja dan ketepatan kerja yang jauh lebih tinggi daripada kedua tipe kepemimpinan lainnya. Sebab kelompok itu sendiri yang mendominir suasana, pada tekanan sosial serta kontrol sosial yang diberikan oleh setiap anggota kelompok kepada sesama kawan (anggota), memaksa semua individu untuk bertingkah laku sesuai dengan norma kelompok.
            Pada kepemimpinan laissez-faire, kontrol sosial hampir-hampir tidak ada. Sebaliknya pada kepemimpinan otokratis, hanya pemimpinlah yang berhak melaksanakan kekuasaan serta mendesakkan kontrol sosial. Maka semua tugas, baik yang sipil maupun militer yang betapapun berat dan berbahayanya, apabila dilaksanakan dengan semangat kooperatif dan memaksimalisasikan semua inisiatif serta inventivitas setiap orang di bawah kepemimpinan yang demokratis pastilah menumbuhkan semangat juang dan daya tempur yang tinggi menuju kepada kemenangan dan sukses. Pemimpin yang demokratis itu tidak menganggap diri sendiri sebagai superman dengan kemampuan-kemampuan superior, akan tetapi menganggap diri sendiri sebagai anggota biasa. Dia tidak pernah memberikan perintah tanpa menjelaskan pentingnya masalah, dan selalu menerangkan secara terinci semua detail pelaksanaannya. Juga mendiskusikan semua masalah dengan kelompoknya. Ia memperlakukan orang-orang yang dibawahinya sebagai co-workers atau sesama kawan kerja, dan tidak pernah menganggap mereka sebagai instrumen.
            lnformasi mengenai kemajuan onganisasi atau lembaga selalu diberikan, lalu dia menjelaskan rencana dan kemungkinan bagi perkembangan masa mendatang. Sehingga semua anggota mengetahui apa yang harus diperbuat setiap hari, dan untuk apa mereka melakukan semuanya. Dia bisa mendelegasikan otoritas, sehingga tidak ada seorang pun yang “onmisbaar” sifatnya (tidak boleh tidak ada). Dia juga bisa menciptakan iklim psikis yang memberikan sekunitas emosional, sehingga setiap orang dirangsang untuk bertingkah laku posirif dan jujur.
            Dalam kepemimpinan demokratis ada penekanan pada disiplin-diri, dari kelompok untuk kelompok. Maka delegasi otoritas dalam iklim demokratis itu bukan berarti hilangnya kekuasaan pemimpin, tetapi justru memperkuat Otoritas pemimpin yang didukung oleh semua anggota. Dan pemimpin bisa mengkristalisasikan pikiran serta aspirasi dari semua anggota kelompok dalam perbuatan nyata. Semua permasalahan dihadapi dan dipecahkan secara bersama-sama. Ia juga mengutamakan kerja kooperatif untuk tujuan:
1) pemupukan gairah kerja,
2) peningkatan produktivitas,
3) peningkatan moral,
4) usaha perbaikan kondisi sosial pada umumnya
            Dengan demikian bisa dipahami, bahwa kepemimpinan demokratis itu pada umurnnya adalah lebih superior daripada kepemimpinan otokratis dan laissez-faire.
Kepemimpinan Demokratis
            Macam kepemimpinan yang baik dan yang sesuai dewasa ini ialah kepemimpinan demokratis. Semua guru di sekolah bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Semua putusan diambil melalui musyawarah dan mufakat serta harus ditaati. Pemimpin menghormati dan menghargai pendapat tiap-tiap guru dan memberi kesempatan kepada guru-guru untuk mengembangkan inisiatif dan daya kreatifnya. Pemimpin mendorong guru-guru dalam hal mengembangkan keterampilannya bertalian dengan usaha-usaha mereka untuk mencoba suatu metode yang baru, misalnya metode yang akan mendatangkan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
            Pemimpin demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri, is bersifat bijaksana di dalam pembagian pekerjaan dan fanggung jawab. Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terletak pada pundak dewan guru seluruhnya, termasuk pemimpin sekolah.  bersifat ramah-tamah dan selalu bersedia menolong bawahannya dengan memberi nasihat, anjuran, serla petunjuk jika dibutuhkan. Ia menginginkan supaya guru-gurunya maju dan berusaha mencapai kesuksesan dalam usaha mereka masing-masing. Di dalam kepemimpinannya, ia berusaha supaya bawahannya kelak dapat menjalankan tugasnya sebagai peminipin.
            Banyak perhatiannya yang dicurahkan untuk tugas pendidikan dan pengajaran. Acara rapat dewan guru ditetapkan bersama guru dan rapat tersebut dilaksanakan secara teratur serta tidak memakan waktu banyak. Ia dapat membagi waktu untuk rapat dengan efisien dan kedisiplinan tampak sekali di dalamnya. Kepala sekolah lebih mengutamakan kepentingan guru dari pada kepentingan sendiri.
            Di bawah kepemimpinannya guru-guru bekerja dengan suka cita untuk memajukan pendidikan di sekolah. Semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dipikirkan dan disepakati bersama. Akhirnya, terciptalah suasana kekeluargaan yang sehat dan menyenangkan. Pemimpin sekolah dianggap sebagai seorang bapak, saudara, atau kakak yang dapat menempatkan diri sesuai dengan kondisi dan keadaan Iingkungannya.
Model-model Kepemimpinan
a. Model Kepemimpinan Transaksional;
1. Pengertian
            Pemimpin Transaksional (Transactional Leaders) adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntunan tugas.
2. Dalam kepemimpinan transaksional, pemimpin menentukan apa yang perlu dikerjakan bawahan untuk rnencapai tujuan, mengklasifikasikan keperluan tersebut dan membantu bawahan menjadi percaya diri bahwa mereka dapat mencapai tujuan itu.
3. Karakteristik pemimpin transaksional:
a. Imbalan tergantung;
            Mengontrakkan pertukaran imbalan untuk upaya, menjanjikan imbalan untuk kinerja yang baik, mengakui prestasi.
b. Manajemen dengan pengecualian (aktif);
            Manajemen berdasarkan prinsip pengecualian ( management by exception / MBE), dimana menjaga dan mencari penyimpangan dan aturan dan standar (penyimpangan sisdur), dan mengambil tindakan koreksi.
c. Manajemen dengan pengecualian (pasif); Hanya ikut campur jika standar tidak dipenuhi.
d. Laissez Faire;
            Melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan.
b. Model Kepemimpinan Transformasional
1. Pengertian:
            Pemimpin Tranformasional (Transformational Leaders) adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan pada para bawahan atau pengikut.
2. Dalam kepemimpinan Transformasional:
            a. Pemimpin yang mengilhami para pengikut untuk lebih mementingkan kepentingan diri mereka sendiri demi kebaikan organisasi, dan yang mampu memberikan efek yang mencolok dan luar biasa pada diri pengikutnya.
            b. Pemimpin yang lewat visi dan energi pribadi, memberi inspirasi para pengikutnya dan mempunyai dampak besar pada organisasi.
3. Karakteristik Pernimpin Tranformasional:
            a. Karisma;
            Memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, memperoleh respek dan kepercayaan.
            b. Inspirasi;
            Mengkomunikasikan harapan yang tinggi, rnenggunakan lambang-lambang untuk memfokuskan upaya, mengungkapkan maksud-maksud penting dalam cara yang sederhana.
            c. Ransangan Intelektual;
Menggalakkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang teliti.
            d. Pertimbangan yang diindividualkan;
            Memberikan perhatian pribadi, mempelakukan tiap karyawan secara individual, melatih, menasehati.
4. Dalam penelitian rnenunjukkan bukti yang mendukung keunggulan kepemimpinan transformasional terhadap varietas kepemimpinan transaksional luar biasa mengesankan. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional, maka kepemimpinan transformasional lebih erat dengan tingkat keluarnya karyawan yang rendah, produktivitas yang tinggi, dan kepuasan karyawan yang lebih besar.m

Jumat, 20 Juli 2012

REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Add caption

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Indonesia kini beradadalam kekrisisan yang teramat parah kita bisa lihatitu darikesejahteraan rakyanya yang sampai kini menjadi sebuah agenda pembenahan bagi pemerintahan yang masihberusaha untuk memperbaiki kesengsaraan rakyatnya dengan berbagai program-program yang diharapkan bisa membantu meringankan beban kehidupan rakyatnya.
Berbagai cara telah dilakukan untuk mnsejahterakan rakyat Indonesia namun upaya ini nihilhasilnya karena ada beberapa permasalahan yang sangat mengakar pada pemerintahan juga pada warga Negara Negara tercinta ini.
Masalah satu demi satu belum terselesaikan mulai dari pemerintahan yang carut marut moralitas dan lemahnya ketegasan konstitusi yang menjadiujung tombak hukum Negara ini.
Kini indonesa berada pada kekrisisan dalamsegala bidang mulai dari ideology hingga padatataran praktis atau implementasian dari ideology tersebut, oleh karenanya makalah ini akan membahas factor-faktor penyebab hancurnya Negara Indonesia. Meskipun pembahasanya hanya sedikit apabila dibandingkan dengan permasalahan Indonesia yang begitu rumit dantidak terpecahkan.
B.     Rumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi akar dari masalah carutmarutnya Negara Indonesia terletak pada pemerintahan dan warga negaranya oleh sebabitu penulis merumuskan beberapa pertanyaan untuk  membatasi permasalahan yang akan dibahas oleh makalah ini dengan bentuk peertanyaan sebagai berikut :
1.      Seperti apakah permasalahan yang menjadi pokok untukmemperbaiki Negara Indonesia ke arah yang lebih baik.
C.    Maksud Tujuan
Makalah ini dibuat dengan beberapa tujuan penting seperti halnya
1.      Sebagai bahan penilaian tugas ujian tengah semester (UTS) mata kuliah IlmuAdministrasi Negara.
2.      Sebagai referensi bacan dan pengetahuan kebangsaan.
D.    Metode
Dalam penulisan makalah ini untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis mengunakan beberapa metode
1.      Studi dunia maya      : yaitu studi yang melakukan pencarian data di dunia maya atau internet
2.      Studi kasus                 : yaitu observasi pada kepribadian diri sendiri dan orang orang diruang lingkup penulis
3.      Studi reading             : yaitu studi yang dilakukan dengan membaca buku-buku sumber.
4.      Studi observasi          : yaitu observasi yang dilakukan dengan memperhatiakan kepemimpinan dalam hal ini figur tersebut adalah pemerintahan.
 
BAB II
REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
            Seperti kita tahu bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya dan luas baik dari Sumber daya Alamnyayang mencakup darata dan lautan mupun dari sumber daya manusianya yang memiliki potensi-potensi yang luar biasa. Sadar betul akan potensi yang kita miliki permasalahan yang ada pada bab sebelmunya pun perlu kita jawab. 
            Sebenarnya permasalahan yang menyebabkan Indonesia dalam keadaan seperti ini adalah buruknya komunikasi antara pemerintahan dan rakyat indonesianya dan juga melemahnya pemersatu bangsa ini yaitu pancasila, ideologiyang kita junjung tinggi dengan berasaskan pancasila sebenarnya Indonesia bisa menaklukan dunia dengan mudahnya.
Pembukaan UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu diletakkan kembali, maka kita akan menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan kesatuan nasional yang kini sedang niengalami disintegrasi. Revitalisasi Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa Pancasila hams diletakkan utuh dengan pembukaan, di-eksplorasi-kan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu:
Realitasnya:   dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan sebagal kondisi cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang diam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen.
Idealitasnya:        dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat han depan secara prospektif, menuju han esok lebih balk.
Fleksibilitasnya: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mandeg dalam kebekuan oqmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka tunggal Ika”
Revitalisasi Pancasila Pancasila sebagai dasar negara hams diarahkan path pembinaan moral, sehingga moralitas Pancasila thpat dijadikan sebagai dasar dan arah dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan hukum karena keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh hukum kondusif akan terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun tanpa alasan moral akan melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
ARTI PENTINGNYA PERAN PENDIDIKAN TINGGI
Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara maka disiapkan tenaga dosen yang manipu mengembangkan MKU Pancasila untuk mempersiapkan Iahimya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemainpuan dan kemandinan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan dimunculkan generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila.
Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhankepada nilai-nilai (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is matter of being).
Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap hams menjaga budaya-budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu menthmbakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif dan evaluatif.
Perevitalisasikan Pancasila sebagai thsar negara dalam format MKU, kita berpedoman pada wawasan:
1.      Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai .dasar dan arah pengembangan profesi
2.      Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekethr aspek having
3.      Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme
4.      Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap menghadapi dialektikanya perkembangan dalam mayaraka dunia yang “terbuka”.
Oleh sebab itu kita selaku warga Negara kesatuan republic Indonesia harus bisa memegang teguh terhadap pilar-pilar kebangsaan yang mana pilar tersebut adalah :
1. Pancasila
Pancasila adalah falsafah hidup bersama, consensus bagi seluruh penduduk Indonesia. Ia adalah nilai dasar yang disepakati untuk menjadi alasan pijak bagi kemajemukan Indonesia. Memang, masyarakat yang plural, yang beragam, yang majemuk itu rentan untuk mengalami konflik. Heterogenitas itu mengandung potensi untuk bisa menyulut konflik ketegangan, saling tidak mengerti satu dengan yang lain, miskomunikasi. Oleh karena itu harus ada perekat sosial. Ada sosial soildarity yang kuat. Nah, sosial solidariti itu bisa dibangun antara lain melalui, pertama adalah simbol. Simbol itu misalnya gagasan atau ideologi. Gagasan itu harus merasa dimiliki bersama, diambil dan prinsip-prinsip yang diakui bersama. Tidak bisa ide ini kita ambil dan salah satu pojok agama atau keyakinan tertentu.
Kita punya Pancasila sebagai consensus bersama itu, dan bukan ajaran agama teitentu. Menurut saya, penting sekali kita merawat pancasila ml sebagal perekat masyarakat kita yang majemuk. Pondasi ini memang pernah mengalami pemerososotan secara simbolik karena dulu pernah di-abuse atau disalahgunakan di jaman orde baru. Tetapi kita harus memulihkan kembali. Kita perlu memulihkan kembali Pancasila. Dan pemulihan ini jangan dilakukan oleh hanya pemerintah, tapi oleh masyarakat sendiri. Jadi yang memulihkan ideologi nasional ini adalah masyarakat sipil. Bukan top down, tapi bottom up. Bukan dan atas ke bawah, tapi dan bawah ke atas. liii saya kira jauh lebib kuat.
Jadi, ideologi negara kita sekarang perlu dipulihkan, tapi aktor-aktor yang memulihkan ini adalah masyarakat sendiri. Kita masih ingat, ketika ada perdebatan soal RUU pornografi. Itu kemudian membuat banyak orang yang bangkit dengan mengatasnamakan sebagal Front Pancasila, Front Bineka Tunggal Ika, dst. Terlepas dan perdebatan soal pornografi itu sendin, tetapi saya melihat mereka sepertinya didorong oleh kekhawatiran, bahwa basis kehidupan kita yang majemuk ini akan dirusak oleh kehendak satu kelompok yang ingin memaksakan nilai tertentu yang sifatnya partikular atau sempit.
Belakangan in posisi Pancasila seperti sudah banyak terseret. Ada sekelompok orang yang, meskipun tidak secara terbuka, ingin menggantikan ideology pancasila dengan ideology yang lain. Parahnya, nilai-nilai Pancasiia itu diposisikan berhadaphadapan dengan nilai agama. Pancasila dianggap bertentangan derigan agama yang ada.
Ada sekelompok orang yang menganggap penghapusan tujuh kata pada sila pertama Pancasila yang tertulis dalam naskah piagam Jakarta, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap umat Islam. Disangkanya, hal itu dilakukan untuk menghalang-halangi umat Islam dalam menjalankan syariatnya. Pada gilirarinya, mereka mempertentangkan antara Pancasila dengan Islam. Apalagi ketegangan mi, sempat sampai memuncak terutama pada paruh tahun 80- an, di mana Negara mewajibkan Pancasila sebagai asas tunggal.
Persoalan ini akan kita jawab. Pertama, penghapusan tujuh kata pada piagam Jakarta sama sekali bukan pengkhianatan terhadap umat Islam. Bukankah, di antara Sembilan orang perumus Pancasila itu justru mayoritas beragama Islam. Dan penghapusan yang idenya dan Mohammad Hatta itu dimaksudkan untuk mengakomodir semua elemen, kekuatan bangsa Indonesia yang semuanya turut berjuang memerdekakan Indonesia in Dengan demikian, Moh. Hatta dan kawan-kawan ingin tetap menjaga historisitas Indonesia sebagai bangsa yang plural, bangsa yang beragam, namun bisa tetap berja(an bersama-sama dalam keharmonisan.
Untuk masyarakat yang majemuk, tidak bisa kita gunakan salah satu keyakinan yang ada, sebagai landasan bernegara. Harus digunakan nilai-nilai universal yang diakui oleh semua unsur yang ada, apapun mereka agama, ras, dan sukunya. Sehingga nilal bersama itu merasa dimiliki oleh semua pihak. lnilah yang disebut bahwa Pancasila merupakan consensus bersama.
Jadi Pancasila kita letakan sebagai dasar Negara yang mengandung nilai kebersamaan, yang disepakati oleh semua pihak. Dan lagi pula, sejauh ini tidak ada ditemukan sila per sila dan Pancasila yang bertentangan dengan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia, termasuk Islam. Apakah ada agama yang merasa keberatan dengan konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa” ?, apakah ada agama yang tidak sepakat dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab” ? atau apakah ada agama yang menentang “Persatuan indonesia” ? atau apakah ada agama yang tidak setuju denigan pninsipprinsip “musyawarah” ? atau apakah ada agama yang menasa tidak sesuai dengan “keadilan sosial”? Wal hasil, seluruh nilai yang ada dalam Pancasila, alih-alih bertentangan dengan agama, tetapi justru memuat nilai-nilai universal yang bisa diakui bersa ma, melangkau i batas-batas aga ma.
Negara Republik Indonesia berasas Pancasila. Dengan demikian Republik Indonesia bukannya Negara agama, dan bukan pub sebagai Negara sekuler. Indonesia bukan Negara agama, artinya Negara tidak disubordinasikan di bawah suatu agama, dan tidak ada “agama Negara” di Indonesia. Indonesia bukan juga Negara sekuler, sehingga tidak ada pemisahan yang mutlak antara negara dan agama. Negara RI yang berasas Pancasila adalah Negara hukum dan bukan Negara kekuasaan, sehingga RI bukanlah Negara totaliter atau autokrasi.
2. UUD 1945
Kita hidup dalam sebuah wilayah yang disebut negara. Dalam wilayah itu, kita tidak sendirian. Atau kita tidak hidup dengan orang yang semuanya satu kepentingan dengan kita. Ada beratus juta orang lainnya yang juga hidup di wilayah mi, dengan keinginan dan latar belakang yang berbeda-beda. Dengan semua orang yang berlainan itu, kita berhubungan, berinteraksi baik langsung ataupun tidak langsung. Kita semua memmlikm hak asasi yang sama. Kita merdeka untuk menjalankan hak asasi kita itu sebebasbebasnya. Namun, kita juga sadar, bahwa orang lain di sekitar kita pun memiliki hak asasi yang mendeka. Lantas, bagaimana jmka dalam pelaksanaan hak itu, kita bertabnakan dengan hak onang lain? Di sinilah pentingnya kita membuat aturan dalam sebuah wilayah, agan tidak tenjadi tabrakan hak itu.
Itulah makna penting UUD 1945. Bukan sekedar itu barang warisan pana pendini bangsa, tetapi itu merupakan aturan bersama yang kita sepakati dalam kewilayahan Indonesia inilah konstitusi, inilah hukum. Produk-produk hukum lainnya di bawah ini harus merujuk kepada prinsip-prinsip UUD 1945 ini sebagai konstitusi dasar.
Tugas kita dan terutama Negara adalah menjunjung hukum itu seadil-adilnya. WS. Rendra pernah berpendapat, pacfa saat situasi Indonesia sedang kacau, sekian lama kita selalu melakukan kesalahan, dengan menunggu ratu adil. Padahal pemimpin yang kita anggap sebagal ratu adil itu, terkadang, ketika dia sudah terlalu lama memimpin, seringkali menjadi tdak adil. Maka, kata Rendra, seharusnya yang harus kita dambakan itu bukanlah ratu adil, melainkan hukum adil. Hukum yang adil itu akan terselenggara dengan baik berkat dorongan dan konstribusi dan semua pihak, masyarakat, pemerintahan, legislative, ter!ebih lagi lembaga hukumnya sendini.
3. Bhineka Tunggal
Bhineka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan bangsa Indonesia. Frasa ini berasal dan bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbedabeda tetapi tetap satu”. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan, sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Tidak dapat dipungkiri oleh siapapun bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya raya, baik sumber daya alamnya, maupun kekayaan khazanah kulturalnya. Bayangkan saja, Indonesia terdiri atas 17.504 pulau, 10.068 suku, 615 bahasa, 3.025 spesies binatang, 47.000 jenfs tumbuh-tumbuhan, 300 gaya seni tan, dan 485 lagu daerah, 6 agama besar, serta banyak aliran kepercayaan lokal. Segala sesuatu yang sepertinya masing-masing itu, diikat dalam satu ikatan Bhineka Tunggal Ika dan rasa cinta tanah air.

4. NKRI
Indonesia sesungguhnya mempunyai apa yang tidak thmiliki oleh bangsa lain, yaitu keluasan wilayah, keragaman budaya, tetapi dapat dipersatukan dalam satu kesatuan. ini merupakan prestasi yang luar biasa. Dan ini merupakan modal yang besar. Inilah saya kira kehebatan para pendiri bangsa yang harus kita akui dan kita jaga. Wanisan berharga dan mereka harus dipertahankan.
Berikut adalah tabel jumlah pulau yang tersebar di seluruh Indonesia.
NO
PROVINSI
JUMLAH PULAU
JUMLAH
Bernama
Belum Bernama
1.       
Nanggroe Aceh Darusalam
205
458
663
2.       
Sumatera Utara
237
182
419
3.       
Sumatera Barat
200
191
391
4.       
Riau
73
66
139
5.       
Jambi
16
3
19
6.       
Kepulauan riau
1.350
1058
2.408
7.       
Bengkulu
23
24
47
8.       
Jawa Barat
19
112
131
9.       
Kalimantan Tengah
27
5
32
10.   
Irian Barat
956
989
1.945

Belum lagi jika kita perhatikan luas wilayahnya. Ahmad Mansur Suryanegara pernah memuat itu dalam bukunya yang bertajuk Menumukan Sejarah[1]. Akan lebih kita sadari betapa luasnya makna wilayah Indonesia bila kita bandingkan dengan Negara-negara lainnya. Perhatikan data berikut mi.
Romania                                            237.500 KM2
inggris Raya                                      244.046 KM2
Sumatera dan pulau sekitarnya         273.605,9 KM2

Perancis                                             574.026 KM2
Irak                                                   343.923 KM2
Thailand                                            514.000 KM2
Kalimantan Indonesia                       539.460 KM2

Swiss                                                 41.280 KM2
Jawa Madura                                    131.174 KM2

Jerman Barat                                     248.606 KM2
Jerman Timur                                    108.178 KM2
Malaysia                                            329.749 KM2
Irian Jaya                                          382.140 KM2
Selain itu, Dr. Brandes[2] dalam disertasinya mengemukakan 10 unsur kebudayaan ash bangsa Indonesia, bahkan sebelum masuknya Hindu, yaitu:
1.      Wayang
2.      Gamelan
3.      Seni syair
4.      Menenun dan membatik
5.      Membuat perkakas dan logam
6.      Sistim keuangan
7.      Ilmu pelayaran
8.      Ilmu bintang yang erat hubungannya dengan pelajaran dan musim bertani
9.      Bersawah dengan sistim irigasi
10.  Susunan pemerintahan masyarakat yang teratur
Setelah melihat itu semua, kiranya tumbuh lagi kesadaran bagi kita bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar yang sudah memiliki peradaban sangat tua. Ternyata Belanda dan Inggris yang pernah menjajah kita pun memiliki luas wilayah tidak lebih besar dan Jawa Barat dan Sumatera. Tetapi sudah menjadi kelajiman, bahwa kita selalu membayangkan Negara-negara barat itu sebagai Negara adikuasa. Padahal faktanya, Indonesia Iebih besar dan itu. Luas Indonesia hampir seperenam Iingkaran bumi.
Betapa besarnya wilayah Indonesia, dapat kita ukur dengan perjalanan matahari di Nusantara, yang memerlukan terbit tiga kali. Akibatnya Indonesia memiliki waktu tiga:
Waktu Indonesia Timur (WIT), Waktu Indonesia Barat (WIB), dan Waktu Indonesia Tengah (WITA). Tentu saja dengan luas wilayah yang betapa besarnya mi, penduduk Indonesia sangat beragam. Dan ini pula salah satu bentuk kekayaan berikutnya. Bukankah dengan banyak perbedaan, akan mencerminkan pula adanya beragam poterisi. Setiap kebudayaan pastifab memiliki kearifannya sendiri-sendiri. OIeh karena itu, jika Indonesia memihki sekian banyak kebudayaan, seharusnya bukan menjadikannya alasan untuk bertikai, tetapi sebaliknya, ini adalah sebagai nikmat dan anugerah yang tak habis-habisnya untuk disyukuri.
Sesungguhnya bagi saya selaku generasi muda, masih belum paham tentang pernyataan bahwa pancasila sudah luntur dikalangan generasi muda in Apa sesungguhnya yang dijadikan parameter dan pernyataan tersebut ? Apakah diantara kaum muda han im sudah banyak yang tidak hapal dengan sila yang ada itu? atau memang benar adanya bahwa kepenibadian dan kehidupan generasi muda saat ini sudah tidak mencerminkan lagi sebagaimana ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila?
Terlepas dan itu semua, tentu saja bagi segenap warga bangsa termasuk generasi muda di dalamnya memiliki tugas dan tanggungjawab sejarah untuk melestarikan ideologi, falsafah dan pandangan hidup yang telah disepakati bersama sebagai sebuah konsensus nasional dan founding fathers. Karena di sanalah letak pengkhidmatan kita atas segalajerih payah, pengorbanan dan perjuangan mereka demi tegak berdirinya republik mi.
Sebagaimana dikatakan Bung Karno dalam pidatonya dihadapan majelis BPUPK, bahwa Pancasila itu tidaklah serta merta merupakan buah hasil karya dan ciptaanya, namun merupakan kekayaanwarisan tradisi yang digali dan bumi indonesia, yang telah menjadi prakt.ik. kehidupanbersama. masyarakat jauh. berabad-abad lamanya hiugga rnengkristal pada jima butir, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebyaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan Dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dengan. demikian, Paneasila ad lah jatidiri kita semua, warga bangsa yang hi. up di negeri kepulauan yang terbentang dan Barat hingga ujung Timur. Pancasila merupakan titik temu dan lalu lintas pluralitas budaya, agama, adat isitiadat, ras dan suku bangsa yang ada di dalamnya. Perdebatan ideologis yang mempertentangkan Pancasila dengan ajaran tertentu (termasuk agama) adalah ahistoris. Dengan kata lain sudah tidak relevan lagi. Siapa yang ingkar dengan keberadaan Pancasila, maka sesungguhnya teiah mengingkani hakikat keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian dan sehuah komunitas bangsa.
Bangsa yang kuat adalah bangsa yang memegang teguh akar budaya dan tradisinya. Keberadaan kekayaan budaya dan tradisi tersebut akan tetap lestari terletak di genggaman tangan generasi mudanya. Karena itulah menjadi kewajiban setiap generasi untuk terus mentransformasikan pandangan hidup bersama itu kepada generasi selanjutnya agar setiap generasi tak akan pemah kehilangan jejak dan arah (pareumeun obor) dalam mengarunginya, baik melalui proses pendidikan formal maupun non formal seperti berbagai penyelenggaran yang disebut atas. Namun lebih dan itu, dalam praktiknya generasi muda membutuhkan sun tauladan yang baik (uswah hasanah) dan generasi sebelumnya.
Dalam pandangan generasi muda yang menurut para elit makin luntur keberadaanya mi, kini Pancasila sebagai dasar falsafah (philosofiche gronslag) itu nampaknya kian alfa pula berada di tangan penyelenggara Negara terutama elitnya, yang sebagian besar didominasi generas tua (dilihat dan sisi fisik-biologis). Kondisi bangsa yang tak reda dirundung masalah mi; runtuhnya Nilai-nilai keperibadian bangsa, kejahatan kemanusiaan dalam segala bentuknya, konflik sosial yang seringkali bermula dan faktor ketidakadilan, abainya penguasa (termasuk wakil rakyat) terhadap nasib rakyat, distribusi ekonomi yang timpang merupakan akibat dan ke-tidak-konsistenan dan konsekuennya penyelenggaraan Negara untuk menunaikan kebijakannya sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Pancasila.
Dalam dimensi pendidikan dan transformasi budaya, ketauladanan merupakan salah satu unsur penting bagi kesinambungan dan kelestanan Pancasila. Genenasi muda masa kini tidak membutuhkan pola indoktriansi sebagaimana gaya orba, namun rasionalisasi dan implentasi dan ajaran Paneasila tersebut dalam wujud kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sanalah letak kesetiaan kita pada Pancasila.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bemegara yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dan berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadan bahwa tanpa adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Melalui revitalisasi inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi yang secara konsensual akan dapat mengembangkan nilai praksisnya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana telah dirintis dan ditradisikan oleh para pendahulu kita semenjak tahun 1908, merupakan suatu kewajiban etis dan moral yang perlu diyakinkan kepada para mahasiswa sekarang.




[1] Ahmad Mansur Surya Negara, Menemukan Sejarah, Bandung: Mizan, 1995, cet-2
[2] 6 Karso, et al., Sejarah Kebangsaan, Bandung: Penerbit Angkasa, 1981