Prawacana;
Setelah membaca
tulisan ini diharapkan mahasiswa dapat:
Mengetahui dan memahami
pemikirankenegaraan Perspektif Islam.
Mengetahui dan memahami Konsep Hukum
Islam.
Mengetahui dan memahami relasi
antaranegara dan HukumIslam.
Pendahuluan.
Negara
dan Hukum Islam merupakan dua term yang berbeda,Negara berbicara tentang
Wilayah Teritorial,warga Negara dan system pemerintahan[1],
sementara Hukum Islam berbicara tentang kepatuhan terhadap Norma-normaSyariat
yang telah ditetapkan Tuhan sebagaimana telah dikonsepsikan dalam sumber-sumber
Hukum Islam[2],
Namun demikian dalam ranah pemikiran Islam kedua term tersebut tidak dapat
dipisahkan antarasatu dengan yang lainnya.Artinya kedua terma tersebut bersifat
mutual simbiotik, Negara membutuhkan Hukum Islam dan Hukum Islam membutuhkan Negara.
Berkaitan
dengan topic di atas, pertanyaan yang layakuntuk dikemukakanadalah sebagai
berikut:
Pertama,Apakah
ada konsep Negara dalam al-qur’an? Bagaimana bentuk Negara dan system pemerintahan
menurut konsepsi al-qur’an.Sistem pengangkatan Kepala Negara, hak dan kewajiban
pemimpin dan warga Negara?
Kedua,
Apakah ada dalam al-qur’an istilah Hukum Islam, bagaimana bentuk HukumIslam?
Bidang apa saja yang menjadi adressat Hukum islam?
Ketiga,
Bagaimana relasi antara Negara dan Hukum Islam baik dalam konteks
Individua,komunal,Nasional dan internasional?
Ketiga
pertanyaan di atas merupakan tema studi yang akan penulis uraikan pada bagian di bawah ini.
BAGIAN
1
PEMBAHAN KONSEP KENEGARAAN DALAM ISLAM.
Konsep
Negara Perspektif Al-qur’an.
Studi tentang
Negara atau ketatanegaran dalam Perspektif Islam harus dilihat dari dua sudut pandang, pertama
dari sudut konsepsi al-qur’an[3],
kedua dari sudut praktik kepemimpinan Muhammad Ibn Abdillah sebagai pemimpin
Umat (Rasulullah).dan praktikkepemimpinan para sahabat (khulafa
al-rasyiduun).berserta generasi islam berikutnya.
Dengan metode
Studi Naskah (al-qur’an) dan fakta historis, maka pemahaman tentang teori kenegaraan
dalam Islam secara konsepsiona-empiris dapat dijadikan sebagai rujukan
(al-mashadir) dalamstudi Islam dan Ketatanegaraan atau Islam dan Politik.
Dalam teks Suci
al-qur’an terminology Negara secara leksikal
tidak dinyatakan secara eksplisit,namun
demikian terma-terma wilayah atau territorial, serta kepemimpinan dan hak serta
kewajiban pemimpin (Negara) serta hak dan Kewajiban Warga negara secara
implicit dapat ditemukan dalam al-qur’an.
a. Tentang
Negara.
Dalam
al-qur’an Allah SWT menyatakan:
Artinya;
Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa,tentulah Aku(Allah) akan
membukakan kepada mereka kebarokahan dari langit dan dari bumi.[4]
Dalamteks
lain diillustrasikan:
Artinya:”Aku
bersumpah demi negeri ini”[5]
b. Tentang
Pemimpin (kepemimpinan).
Istilah
kepemimpinan dalam islam tampak bervariasi antara lain dinyatakan dengan
istilah Imam[6], Khalifah[7],
dan juga Amir al-Mukminin[8],Sulthan,
c. Tentang
Hak dan Kewajiban Pemimpin dan hak serta kewajiban warga Negara.
Al-qur’an
menyatakan:
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, patuhlah kamu sekalian kepada Allah, dan
Keapada Rasul Allah,serta kepada Ulil-amri(pemegang Kekuasaan).[9]
d.Mekanisme
pengangakatan KepalaNegara.
Dalamal-qur’an dinyatakan:
Artinya:”…. Dan bermusyawarhlah
dalam menyelesaikan satu urusan.
Dari
pernyataan al-qur’an di atas (Tentang wilayah/terotorial), yang tercantum dalam
kalimat “Quraa”, dapat difahami kaimat tersebut menunjukan pada sebuah
wilayah atau terotorial.baik dalam bentuk local,regional, nasional ataupun
internasional. Dimana tiap wilayah tersebut terdapat warga Negara(Umat),
pemimpin,Sistem pemerintahan (kekuasaan),serta system norma yang
mengaturnya.artinya jika kata quraa,dimaknai sebagai satu daerah pedesaan maka
warga negaranya adalah masyarakat desa, dan pemimpinnya adalah Kepala Desa,[10]demikian
seterusnya menuju masyarakat kabupaten,kota,provinsi,sampai pada tingkat
nasional, regional, dan internasional.
Illustrasi
al-qur’an yang relative mendekati terminology Negara dalam konsep modern
terdapat dalamQS al-balad ayat pertama di atas.Kata al-balad secara leksikal
baik dalam kamus Umumbahasa Indonesia, ataupun dalam ensiklopedi tampak
relevan. Sebab kata al-baladsecara etimologis sering dimaknai sebagai sebuah
negeri atau Negara.
Berpijak
dari dua pernyataan teks al-qur’an di atas, meskipun tidak secara eksplisit
dinyatakan sebagai teori Negara(Wilayah/teritorial sebuah Negara), namun secara
implicit essensinya dapat difahami bahwa
Allah SWT secara normative telah menyatakan konsep-konsep
kewilayahan/territorial.
Tentang
Kepemimpinan, secara eksplisit Allah telah menggambarkan dalam QS 2;30, dan
juga dalam QS An-nur ayat 24.DalamQS2;30 kata khalifah secara etimologis
mempunyai arti wakil (Allah), kalimattersebut mempunyai akan emenjadi Adama(dan
keturunannya-sic penulis) sebagai wakilallahdi muka Bumi, sementara dalam QS
Annur ;24 menggunakan kalimat “Sayastakhlifannahum”yang
mempunyai arti proses pergantian kepemimpinan. Kedua kalimat tersebut essensinya adalah kepemimpinan.
Menurut
Jimly Ashidiqi, Kata Khalifah mempunyai dua makna,Pertaman. Secara filosofis, kata khalifah mempunyai arti bahwa seluruh manusia mempunyai predikat yang
sama sebagai khalifatullah fi al-ardi.dan kedua,makna politis yang
berhubungandengan kenegaraan[11].
Ayat
selanjutnya (QS AliImran;59)merupakan konsep kepemimpinan yang secaraderivatif
mempunyai konsekwensi logis darisistem
kenegaraan, dengan adanya adanya
pemimpin dan kepemimpinan,maka kedua belah pihak yakni antara pemimpin dan
warga Negara mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.Pemimpin berkewajiban
untuk memimpin,membuat kebijakan Negara (Public Policy) yang relevan dengan
kebutuhan Umat[12],
menjaga territorial dari intervensi asing, mengelola semua sumber daya (darat,
laut dan Udara) untuk kesejahteraan warga negaranya.[13]
Tidak boleh dikuasaiasing[14]
Kelanjutan
dari konsep kepemimpinan dari pernyataan QS annur ayat 24, selanjutnyaallah
mengillustrasikan tentang mekanisme penggantian kepemimpinan yang secara
tekstual dinyatakan dalamayat :” Wa amruhum syuro bainahum”. Ayat tersebut
secara implicit menunjukan bahwa dalamproses penggantian kepemimpinan
dalamIslamdapat dilakukan melalui musyawarah, baiksecara delegatis(Perwakilan)ataupun
secara terbuka melalui Pemilihan Umum langsung.[15]
Berpijak
dari beberapakonsepsi al-qur’an di atas berkaitandengan masalah
Negara(kenegaraan) mulai dari konsep wilayah(territorial),kepemimpinan,hak dan
kewajiban pemimpin serta warga negara,juga mekanisme penggantian/pemilihak kepala
Negara,tampak jelas, bahwa secara implicit al-qur’an telah mengillustrasikan
teori-teori kenegaraan dan teori-teori politik bagi umat manusia (khususnya
Umat Islam).
Adapun
tentang bentuk Negara perspektif islam,dapat dilihat dari praktik kenegaraan
nabi Muhaammaddi Madinah dan praktik parasahabat serta tabiin berikutnya;
Pada Masa Nabi Muhammad bentuk Negara (Islam) dapat
dikatakan sebagai Negara Republik. Hal ini dapat dilihat dari mekanisme
atau proses pengangkatan Nabi Muhammad
yang didasarkan atas pemilihan para Suku bangsa arab yang ada di Kota Yatsrib
pada waktu itu.baik Anshar atau Muhajirin. Dimana keduakelompok(anshordan
Muhajirin secaraaklamasi telah sepakat untuk mengangkatMuhammad Bin abdillah
sebagai kepala Negara di Madinah. Hal lain yang perlu dicermati dari istilah
Negara republic tersebut berkaitan dengan masalah kebijkan-kebijakan (politik)
yang ditetapkan oleh kepala Negara yang bersifat pro public (Populis).
Dalam
Piagam Madinah (Madinah Carter), terdapat beberapa ketentuan ataupun pasal yang
mengatur hubungan antar golongan/penduduk yang ada di wilayah Pemerintahan
Madinah, baik untuk Muslim ataupun Non-Muslim,seperti keharusan salingtolong
menolong antara penduduk muslim dengan non-musli,demikian juga
jaminanataskeselamatan hidup Non-muslimjika terjadi penganiayaan daripihak Islam
atau musuh lainnya.[16]
Demikian
halnya ketika merumuskan kebijakan-kebijakan strategis, Muhmmad ibn Abdillah
sebagai rasul dan Kepala Negaradi madinah tidakah bersifat otoriter,
tapidemokratis baik secara formal ataupun substansial. Secara formalseperti
halnya dalammenentukan strategi perang, dan secarasubstansial seperti dalam pendistribusian
Ghanimah.
BAGAIAN
2
TEORI
HUKUM ISLAM
Term
Hukum Islam secara leksikal dalam al-qur’an ataupun dalam al-hadits tidak ada,
istilah tersebut merupakan terjemahan dari Islamic
law yang sering dikemukakan oleh para orientalis yang telah menamakan
Hukum-Hukumyang terdapat dalama-qur’an atau al-hadits sebagai Islamic law yang kemudian diadopsi oleh
para yuris Islam modern kontemporer sebagai HukumIslam.
Namun
demikian kendati istilah Hukum Islam tidak terdapat dalam al-qur’an atau al-hadits,
essesni dari Hukum Islam secara eksplisit telah dinyatakan dalam
beberapaayatal-qur’an secara beragam. Antara lain:
Artinya;”
barang siapa yang tidak berhukum dengan apa
yang diturunkan Allah,maka ia termasuk orang yang Dhalim’[17]
Dalampernyataan
lain, Allah menyatakan:
WA
JA’ALNAAKA ‘ALAA SYARIATIN MIN AL ILMI WA LAA TATTABI’ AHWAAL-LADZINNA LA
YA’LAMUUN.
Artinya:”
Dan telahaku jadikanengkau Muhaammad beradadi atassuatu syari’at, maka ikutilah
(syari.at) tersebut, danjanganlah kamu mengikuti nafsu oeang-orang yang tidak mengetahui.[18]
Pernyataan al-qur’an diatas menunjukan dua istilah hukum Agama, pertama, Hukum
(Allah)Yang ada dalam al-qur’an, Kedua Syari’at.
Perkembangan
selanjutnya menunjukan terminology Hukum Islam secara dinamis, yakni:
a. Syari’ah.
Secara
etimologis kata syari’at mempunyai arti jalan yang dilalui untuk menuju sumber
mata air atau jalan setapak yang harus diikuti. Syari’atjuga berarti jalan atau tempat mengalirnya air sungai.[19]
Menurut
Abu zahrah ,syari’at adalah ketentuan Allah
SWT yang berhubungan denganperbuatanmanusia dewasa,
berupaperbuatan,pilihan atau ketentuan sesuatusebagai syarat,sebab, atau
penghalang.[20]
Berkaitan
dengan istilah Syari,at, Ibnu Mandur secara detail menjelaskan bahwa Syari’at
adalahKetetapan-ketetapan Allah
terhadaphamba-hamba-Nya(Manusia) seperti puasa,shalat,zakat,haji, nikah dan
lain-lain.[21]
b. Fiqh.
Fiqh
secara bahasa mempunyai arti faham yang mendalam atau mengetahui.sesuatu secara
baik dan benar.
Secara
definitif istilah fiqh adalah ilmu tentang hokum-hukumsyara’ yang bersifat
amaliah (praktis) yang digali dari dalil-dalil yang rinci.[22]
Menurut
Abu YasaAbu Bakar,fiqh berarti seperangkat norma-normaguna mengatur perbuatan
lahir (Praktis) manusia, baikyang berhubungan
dengan kegiatan pribadi maupun perbuatan kolektif yang diperoleh hasil
dari penafsiran al-qur’an dan al-hadits.[23]
c. Fatwa
Ulama,
fatwaulamasebagaihukumIslamyang
bersifat situasional, ia berupapendaapat yangdikemukkanoleh para alim(ulama)
setelah adanya pertanyaaan atau problem social yang belum ada ketentuannya
secara eksplisit dalam al-qur’an atau al-hadits..
d. Qanu(Undang-Undang).
Qanun
atau Undang-undang dalamkazanah pemikiran
hukumislamdalamkontekstertentudanwilayah tertentu dapatdikatakansebagai Hukum
Islam, selama ia bersumber dari norma-norma syari’ah atau norma adat dan Hukum lain
yang relevan dengan syari’at Islam.[24].
Dalam konteks ini Hukum barat (baik yang beralurkan Common Law System atau
EropaContinental system,bila relevan dengan teori maslahah dapat dijadikan sebagai
Hukumislam.Sebab pada kenyataannya konsep-konsep hukumIslam sendiri banyak yang
relevan dengan Hukum Hamurabi atau Yunani Kuno,seperti menolak kemadaratan dan
lain sebagainya sebagai ajaran HukumUmum.
Konsep-konsep
danpengertian Hukum Islam di atas, mulai dari syari’at,fiqh,Fatwa Ulama sampai
qonun mempunyai spectrum keberlakuan yang bervariasi
Pertama,
Syari’at Islam,sebagai NormaHukumislamyang pertama, secara essensial berlaku
bagi seluruh Umat islam tanpa memandang wilayah (territorial).Dalamkonteksinitampat
universalitas dan internasionalitas syari’at (HukumIslam). Seperti halnya
tentang wajibnya shalat,zakat puasa dan contoh lainyya.
Kedua,Fiqh
sebagai
Hukum Islam berlaku secara komunal, artinya hanyapada kelompok atau madzhab
tertentu,baik dilihatdari perspektifmadzhab Hukumataupun Madzhab teologis.
Madzhab Hukumseperti Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanafiyyah dan Hanabillah.
Demikian juga perspektif teologis seperti Sunny, Syi’ah dan lain
sebagainya.
Ketiga,
Fatwa merupakan produk Ulama dalam bidang Hukum. Secara normative berlaku untuk dua subjek hokum,
pertama bagi para pihak yang meminta fatwa baik itu fatwa ulama atau fatwa
Hakim, yang kedua fatwa Ulama dilihat dari segi territorial, sesuai
dengantingkatannaya,Tingkat desa, Kecamatan, kabupaten Kota,Provinsi, dan
nasional. Fatwa tersebut hanya berlaku sebagaisumber Hukum Islam sesuai dengan
kewilayahannya yang lebih bawah, tidak sebaliknya.
Kecuali
itu fatwa Ulama juga dapat dijadikan sebagai sumber (HukumIslam) menurut
Organisasi keagamaannya,seperti fatwa NU, Muhammadiyyah serta Persis, fatwa
tersebut wajib diikuti oleh parajamaah Organisasi Keagamaan tersebut,hal
inididasarkan pada teori baiat yangdilandaskan pada Qanun Dakhili dan Qanun
asasi (AD/ART) yang ada dalam Ormas keagamaan tersebut
Keempat,
Qonun (Undang-Undang).merupakan produk hukumyang berskala nasional[25],artinya
apabila suatu pemerintahan (Negara) telah membuat sebuah qanun (Undang-Undang)
yang bernormakan Islam,maka ia merupakan sumber Hukumislam yang wajib ditaati
oleh warga Negara. Sepertihalnya UU N0 38 tahun 1989 tentang zakat, UU tentang
wakaf, UU No 1 tahun 1974 tentang pernikahan dan lain sebaainya merupakan
Undang-Undang (Qanun) syari’ah yang secara politis merupakan transformasi dari
syari’at Islam.
Eksplanasi di
atas menunjukan bahwa Hukum Islam berawal dari syari’at Allah(Ketetapan) yang
terdapat dalam Al-qur’an dan al-hadits
yang secarasyar’i wajib diaplikasikan oleh Umat Islam.selanjutnya
bermetamorfosis menjadi fiqh,fatwa dan qanun, dimana tingkat keberlakuannya
bervariatif,Namun demikian nilai-nilai syari’at (Hukum Islam) yang essensial
dan universal tetap menjadi suatu keniscayaan untuk diaplikasikanoleh Umat
Islam seperti masalah masalah yang berkaitandengan masalah ibadah mahdhah.
Perbedaan terminology,
tentang Hukum Islam (Fiqh,fatwa,Qanun)merupakan sebuah istilah teknis
operasional yang dihasilkan oleh ijtihad para yuris islam untuk
mentransformasikan dan mengapresiasi kebutuhan umat terhadap kedudukan Hukum Islam dalam kehidupan publik, karenanya
produk ijtihad tersebut bersifat dinamis dan fleksibel).Dengan adanya
transformasi makna syari’at ke dalam tiga terminology Hukum Islam (Fiqh,fatwa dan
qanun/Undang-Undang) Norma-norma agama yang tersurat ataupun tersirat dalam
al-qur’an dan al- hadits akan tetap hidup sepanjang masa.Sebagaimana dikatakan oleh
Musthafa Abu zarqo;” Al-islam Aslah fi Kulli zaman wa al-makan”.
Relasi antara
syari’ah,fiqh dan qonun dapat diibaratakan.Syari’ah (Teks al-qur’an dan
al-hadits) sebagai akar pohon,fiqh sebagai batangtubuh, dan qanun sebagai
ranting.[26]
BAGIAN
3
RELASI NEGARA DAN HUKUM ISLAM
Memahami
relasi Negara dan Hukum Islam, harus melihat pada dua aspek yakni: teori tujuan
dan teori penormaan Cita(Agama dan cita Hukum/rechsidee)
a.Teori tujuan Negara dan teori tujuan hukum
Islam.
Tujuan Negara
menurut Abu Hasan al-Mawardi adalah untuk menjaga urusan agama dan urusan dunia[27].Secara
implicit dapat disederhanakan Negara bertujuan untuk mengurus masalah
bathiniyyah(agama) dan lahiriyah (dunia). Sementara tujuan Hukum Islam adalah untuk menjaga
lima hal yakni:menjaga agama,menjaga Akal,menjaga jiwa (diri) menjaga keturunan
dan menjaga harta[28].
Dari aspek tujuan tersebut tampak berkorelasi antara tujuan Negara dengan
tujuan hukumIslam.yakni untuk menjaga aspek-aspek yang bersifat
ruhaniyaah/bathiniyyah dan bersifat lahiriyyah. Sebagai dua potensi yang secara
institintif melekat dalam tiap individu manusia.
b. Teori
Konsep Agama dan Cita Hukum (Recht
Sidee)
Konsep[29]
merupakan sebuah idea atau gagasan
bersifat abstrak yang disimbolkan dalam kata-kata.Dalam konteks ini
pernyataan al-qur’an yang berkaitandengan masalah keagamaanatau kesejahteraan
manusia merupakan konsep-gagasan Tuhan melalui firman-Nya yang diterima nabi
Muhammad SAW untuk dijadikan panduan hidup umat manusia (Islam). Sebagai sebuah
konsep yang terkodifikasikan dalam sebuah kitab suci (al-qur’an) secara
teoritis ia tidak bisa menggerakan dirinya sendiri, atinya makna-makna
yangeterkandung di dalmnya memerlukan factor X (manusia) untuk melakukan transmisi dan transformasi
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Berkaitan dengan
hal tersebut Ayatullah Khomeini berpendapat, bahwa syari’at islam yang terkandung dalam Kitabullah
tidakakan membumi tanpa ada kekuasaan politik[30].
Pendapat lain mengatakan,Negara tanpa agama akan sesat,dan agama tanpa negara
akan lumpuh Kedua pendapat tersebut mengillustrasikan,bahwa nilai-nilai etis
yangterdapat dalam al-qur’an. Memerlukan kekuatan politik dalam
pemberlakukannya
Telaah historis
menunjukan, pada era Mekkah Nabi Muhammad menyebarkan
nilai-nilaiislamselamakuranglebih 13 tahunhanya mendapatkan pengikutnya
11orang, sementara ketikabeliau hijrah ke yastrib (Madinah) dalam waktu
relative singkat (12 Tahun) mendapat pengikut lebih dari 2000 orang. Hal tersebut
menggambarkan bahwa peranan sebagai Kepala Negara dan fungsi politik profetik
tampak lebih effektif dan effesien dalam menyebarkan nilai-nilaisyari’at
(hukumIslam). Ahmad vaezi mengatakan,bahwa aplikasi dari hukum-hukum dan
peraturan-peraturan Islam merupakan hal yang fundamental dari suatu
pemerintahan[31].
Konteks
Indonesia Relasi Negara dan hukum telah
menunjukan dinamika yang tragis, pada satu sisi warga negara yang beralurkan
pemikiran islam Fundamentalis menginginkan Syari’at islam perlu
diformalisasikan kedalam Hukum Negara (hukumPositif), pada sisi lain pihak
negara dan kalangan islamofobia serta cendikiawan muslim(liberal) tidak
mendukung tehadap transformasisyariat islam ke dalam Hukum nasional dansebagai implikasinya relasi antara islam politik
dengan pemegang kekeuasaan negara tampak
tidak harmonis,baik pada orde lama ataupun pada orde Baru[32].
Andaipunpadamasa ordebaru telah berhasilmerumuskan politikhukumIslam seperti UU
N0 1 tahun 1974. Dan Kompilasi hokum Islam haltersebut harus diagregasikan
dengan kepentingan politik penguasa, yakni dengan pengakuan terhadap pancasila
sebagai asas tunggal. Meskipun hal tersebut secara essesnial tidak bertentangan
dengan Islam, namun secara politis terdapat Hidden
Risk yang harus dipikul umat Islam yakni termarginalkannya golongan
ekstremkanan dari kancah politik nasional.
OrdeReformasi yang lahir pada 20 mei -1998 telah melahirkan
atmosforbaru bagi Islam Politik untuk kembali kepada girroh semula,
partai-Partai islam fundamentalis seperti PBB, PPP,PSII kembali memperjuangakan
pasal 29 UUD 1945, meskipun hasilnya tidak memuaskan , namun pada sisi lain
telah berhasil merumuskan kembaliasas desentralisasi yang secara politis member
kelonggaran untuk transformasi syari’at Islamdi Indonesia.
Pasca reformasi 1998 telah lahir beberapa
produk politik (hokum) seperti UU N0 38 tahun 1998 tentang Zakat, UU tentang
wakaf, UU Perbankan Syari’ah, UU Np 20 tahun 2003 tentang Pendidikan,PPN0 5
tahun 2007 tentang Pendidikan AgamaIslam. Pada sisi alain pada tingkat daerah
Provinsi dan kabupaten Kota di Indonesia
tidak kurang dari 49 yang telah membuat perda-perda yang bernuansa
syari’at Islam, baik yang berkaitan dengan masalah hukum privat ataupun hukum
publik.[33].
Deskripsi
diatas menunjukan bahwa syari’at islamyang semula bersifat konseptual yang
terdapat dalam al-qur’an dan al-hadits secara politis dapat ditransformasikan
ke dalam hukum positif.
BAGIAN
4
PENUTUP
Pada
bagianini dapat penulis tutupdengan beberapakesimpulansebagai berikut:
1. Bahwa
al-qur’an sebagai teks suci yang diwahyukan Allah kepadanabi Muhammad secara
prinsipil telah member landasan-landasan konsep kenegaraan/pemerintahan baik
masalahkewilayahan, sistempemerintahan ataupun hakdan kewajiban semua komponen
warga negara.
2. Bahwa
Hukum islam,yang semulamerupakan syari’at islamyang masih anbstrak secara
gradual dapat ditransmisikan oleh para yuris Islam melalui ijtihadnya yang
menghasilkan produk fiqh (HukumIslam) yang berlaku sesuai dengan aliran
pemikirannya masing-masing, yang padaakhirnya diperkuat melalui qonun
(Undang-Undang Negara sebagai bentuk kongkrit dari hukum islam) yangdiproduk
secara politik kenegaraan.
3. Bahwa
Relasi antara Negara dan Hukum Islam merupakan relasi yang bersifat mutual
simbiotis. Negara tanpa hukum (Islam) akan akan keropos,
[1] Ramlan Surbakti,
[2]
Abu Zahroh,
[3]
Al-qur’an sebagai Kitab Petunjuk yang sempurna bagi manusia, karenanya tidak
akan ada satu persoalan yang terlepas
dari al-qur’an termasuk masalah kenegaraan. Tuhan Menyatakan, Artinya: Tidak
akan tertinggal satu perkarapun dari petunjuk al-qur’an./MAA FARROTHNA FI AL
KITAABI MIN SYAI. (QS ; ).
[4]
QS ;
[5] QS
al-Balad ;1.
[6] Sebagaimana Do’a yang dipanjatkan nabi
Ibrahim:Waj’alnii lil muttaqiina Imaama.
[7] QS
2;30.
[8]
Sebagaimana dilaqobkan pada Umar Bin Khatab ketika menjabat sebagai Kepala
Negaramenggantikan Abu bakaSiddiq.
[9] QS
Ali Imran;159.
[10]
Tentang terirorial ini dapat dilihat dalam buku “Politik” karya arsitoteles.
Beliau mendeskripsikan bahwa Negara pada
era Yunani kuno wilayah(Teritoialnyatidak lebih dari tingkat Village, demikian juga warga
negaranya hanya mencapai sekitar 30.000 penduduk.
[11]
.Jimli ash-Shidiqi, Kedaulatan dalamislam, Jkt.GIP,1995;28.
[12] Dalamkaidah Ushuldikatakan,”Tasharruful Imam
Manuthun ‘alamaslahatil UmmatLKebijakan
pemimpin harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat).
[13]
UUD 1945 pasal 33 ayat (2).
[14]
Aminuddin Ilmar;”Hak Menguasai Negara”Jkt. Kencana Prenada group,2012;xiii.
[15]
Fakta empirismenunjukan bahwa NabiMuhammad diangkatjadi presiden di Negeri
Madinah dilakukan secara perwakilanoleh bebera Suku yang ada di madinah,baik
Muslimatau Non-Muslim.(Lihat, Gamala-Bana, elasi Agama dan Negara, Jkt Mata
airPublishing,2006;3..
[16] Hasan
almurtadlo, Theo demokrasi, Tesis,UIN bandung,2002.
[17] QS al-Maidah ayat 44.
[19]
Ibnu Mundzir, Lisanul arabi, juz 8.Beirut,1990;175.
[20]
Abu Zahrah, UshulFiqh, kairo,Dar alfikri,1957;6.
[21]
Ibn Mandzur,Lisan al-arabi, hal 382.
[22]
IbrahimAnis,et,al,Al-Mu’Jam alwasith,(Mesir Dar al-ma’arif)1972;698.
[23]
Al Yasa Abu Bakar,Ahli warist sepertalian darah,kajian perbanding
terhadappenalaran hazairin dan Fiqh Madzhab, Jkt. INIS,1998;1.
[24] HukumAdatdan hokum lain selain
HukumIslamdapatdiadopsisebagai hukumIslamdengan menggunakan teori Harmonisasi
Hukum. Danjuga teori maslahah mursalah.
[25] Dalam Konteks tertentu qanun bersifat regional, seperti Qanu DI Aceh yanghanya
berlaku di aceh.
[26] Mukhyar Fanani, membumikan Hukum Langit,Yogyakarta
Tiara Wacana,2008;64.
[27] Abu Hasan al-Mawardi, al-ahkamalsulthaniyyah,
hal15.
[28] Abu
Ishak al-syathiby, al-MMuwafaqat, daral-fiki, Beirut, juz 2;….
[29]
Hari Nugroho, Kedudukan teori dalam Penelitian,UI,Jakarta,2001;17.
[30] Ayatullah rahullah Khomeini, Nidham
al-Hukmifi al-islam, hal 9.
[31] Ahmad
vaezi, Agama dan politik, Nalarpolitik Islam, Citra,Jkt,2006;44.
[32] Lihat bakhtiar effendi; Thelogi baru Politik
Islam,Jkt, Galang Media,2002.
[33]
Lihat Mukhyar fanani,membumikan Hukum Langit,
Yogyaakarta,tiaraWacana,2008;154-158.